Dengan menggunakan sistem mikrobiologi atau dengan urine sapi, pengelolaan limbah pabrik diklaim lebih efisien dan lebih murah.
"Dengan menggunakan urine sapi, ongkos dalam pengelolaan limbah lebih efisien," ucap pemilik PT Bio Alam Lestari, Joko Sri Wisnu Murti saat mempresentasikan temuannya di Makodam Siliwangi, Jalan Aceh, Kota Bandung, Jumat (23/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan menggunakan sistem kimia, kata dia, biaya yang dihasilkan cukup mahal. Setiap kubik limbah cair, dibutuhkan zat kimia seharga Rp 17.500. Sedangkan apabila menggunakan urine sapi, pabrik hanya perlu mengeluarkan Rp 3.500.
"Kalau diasumsikan dan diakumulasikan, sehari pabrik bisa mengeluarkan Rp 40 juta sehari. Dengan menggunakan urine sapi, bisa memangkas empat persen," kata dia.
Sistem penggunaannya sama seperti pengelolaan limbah di setiap pabrik. Alat yang digunakan masih memakai Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang telah dimiliki pabrik.
Air limbah awalnya ditampung di sebuah wadah di dalam IPAL. Limbah lalu dialirkan ke bak netrisasi. Air limbah kemudian dialirkan lagi ke bak biologi. Di situlah, urine sapi dimasukkan ke dalam air limbah yang ditampung.
"Outputnya ya sama seperti menggunakan kimia, airnya jadi netral. Cuma yang membedakan, kalau pakai kimia, dia ada serat B3 (Bahan beracun berbahaya), nah B3 itu perlu biaya lagi untuk membuangnya. Kalau pakai urine sapi, dia tidak mengeluarkan serat B3 yang harus dibuang," katanya.
Uniknya, sistem pengetesan apabila air yang keluar memenuhi baku mutu dengan disebar sejumlah ikan di dalam wadah. Sejumlah ikan seperti mujaer hingga ikan mas disimpan di sebuah kolam output dari pengelolaan limbah.
"Kalau ikan ada yang mati, berarti sistem pengelohannya bermasalah. Tapi kalau tidak, berarti memenuhi atau sesuai," katanya.
Untuk menggunakan sistem mikrobiologi dalam pengelohan limbah, sambung Joko, perusahaan hanya perlu menyediakan biaya Rp 90 juta perbulannya. Biaya tersebut meliputi urine sapi, tenaga ahli, perbaikan, kelistrikan mesin termasuk peralatan dan analisa.
Sistem pengelolaan menggunakan mikrobiologi diuji coba pada pabrik tekstil PT Putra Mulya Terang Indah (PMTI) yang berada di Majalaya, Kabupaten Bandung. Selama dua minggu diuji coba, perusahaan mengklaim sistem tersebut mampu memangkas biaya pengelohan limbah.
"Baru dua minggu di uji coba yang pasti cost menurun. Intinya yang awalnya kita ada biaya untuk beli kimia, dengan ini tidak perlu lagi," kata manajer engineering PT PMTI Majalaya, Asep Suhardi di tempat yang sama.
Selain mengurangi ongkos pengelohan limbah, sambung Asep, penggunaan sistem mikrobiologi ini juga ramah lingkungan. "Buangannya enggak ada unsur kimia apapun," tandasnya.
(ern/ern)