Mumu juga sebagai perintis berdirinya Kampung Angklung di Ciamis. Kiprah Mumu awalnya hanya buruh pembuatan angklung di Banjar, Jawa Barat, pada 1975. Saat itu Banjar masih menyatu dengan Ciamis.
Lulus sekolah STM pada 1986, Mumu mulai menguasai pembuatan alat musik bambu yang digoyang ini. Termasuk dalam menyinkronkan nada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 1992, setelah menguasai teknik membuat angklung, Mumu hijrah ke Ciamis, tepatnya di Desa Panyingkiran. Ia merintis usaha produksi angklung. Semula hanya skala kecil, lalu angklung buatan Mumu mulai dilirik pasar domestik. Order pesanan angklung mulai meningkat.
Mumu mengajak masyarakat sekitar untuk ikut bersama-sama memproduksi Angklung. sehingga pesanan yang mulai meningkat itu bisa terpenuhi.
"Kalau yang lain mungkin tidak akan mengajarkan hal itu karena khawatir tidak ada orderan. Tetapi bagi saya memberikan ilmu yang bermanfaat itu yang mengalir. Buktinya sampai sekarang saya tidak kekurangan order, malah terus bertambah," tuturnya.
![]() |
Banyaknya perajin Angklung, membuat Mumu berinisiatif untuk merintis daerahnya menjadi Kampung Angklung pada 2014. Setelah mengajukan kepada Pemkab Ciamis dengan penuh perjuangan, akhirnya pada 2016, RW 07 Dusun Linggamanik resmi menyandang Kampung Angklung.
Bahkan pada 2016, Mumu mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan sebagai pelopor pemberdayaan masyarakat.
Angklung produksi Kampung Angklung ini sudah merambah ke seluruh Indonesia, terutama pasar wisata antara lain Bali, Lombok, Bandung, Jakarta dan Yogyakarta. Setiap hari Mumu bisa memproduksi 20 set angklung. Harga satu setnya sekitar Rp 60 ribu dan paling mahal seperti angklung arumba mencapai jutaan rupiah per set.
"Saat ada Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, di sini dapat pesanan sebanyak 20 ribu angklung," ucap Mumu.
Mumu mengungkapkan angklung hasil produksinya pernah menembus pasar Asia, meskipun tidak melakukan ekspor secara langsung. Ia bekerja sama dengan pihak perusahaan dan yayasan, untuk ekspor ke Jepang pada 2004.
"Umumnya untuk angklung standarnya nada, tapi Angklung milik saya ada ciri khasnya lukisan batik, serta kualitas bahan bambu kering," ujarnya.
Menurut Mumu, setelah dinobatkan sebagai Kampung Angklung, ia dan perajin lainnya mengklaim tak sepi pesanan. Bukan hanya itu, Kampung Angklung kerap dikunjungi oleh mahasiswa dari luar daerah untuk belajar membuat angklung.
Namun di kampung ini belum memiliki galeri. Selain itu fasilitas sarana dan prasarana masih kurang seperti sanggar dan tempat pertunjukan.
"Harapannya Pemkab Ciamis lebih proaktif dalam mengembangkan Kampung Angklung ini. Juga ke depannya mudah-mudahan bisa menjadi salah satu destinasi wisata budaya," tutur Mumu. (bbn/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini