Lais mulai tergerus zaman. Eksistensinya mulai jarang terdengar. Ade Dadang, salah seorang pegiat Lais menjelaskan kurangnya acara untuk mempertunjukkan Lais menjadi penyebabnya.
"Lais hanya dipertunjukan satu tahun sekali. Hanya saat peringatan hari jadi Garut saja," kata Ade kepada detikcom di selepas acara pembukaan Gebyar Pesona Budaya Garut 2018, di Lapangan Ciateul, Tarogong Kidul, Kamis (22/2).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ade menjelaskan, saat ini bahkan tidak banyak kalangan muda Garut yang tau tentang seni atraksi di atas ketinggian menggunakan seutas tali yang disanggah dua bambu berukuran 9 hingga 12 meter ini.
Hal itu juga berdampak pada tidak danya regenerasi dari para pegiat seni Lais. Ade khawatir Lais akan diklaim daerah lain dan punah dari Garut.
"Ya kalau enggak ada yang ngundang buat atraksi, paling kita latihan saja. Itu pun cuman para seniman Lais yang sudah tua saja. Anak-anak jarang mau yang ikut," katanya.
Ade berharap agar pemerintah yang berwenang bisa kembali menggiatkan seni Lais di Kabupaten Garut. Ia juga meminta pemerintah untuk memperhatikan seni-seni lain yang berasal dari Garut.
"Kalau bisa, Lais ditampilkan jangan pas hari jadi Garut saja. Sayang kalau nanti punah, ini kan budaya yang harus dilestarikan," pungkasnya.
Lais merupakan kesenian asli Garut yang berkembang sejak tahun 1900. Menurut cerita masyarakat Garut, kesenian ini terinspirasi dari seorang pemanjat pohon kelapa di wilayah Sukawening bernama Laisan yang kerap membantu masyarakat memetik buah kelapa.
(avi/avi)