Kasus pertama dialami KH Umar Basri pimpinan pondok pesantren Al Hidayah Cicalengka yang dianiaya di dalam masjid oleh pria diduga gila. Selanjutnya kasus penganiayaan terhadap ustaz Prawoto (40) Komandan Brigade Persatuan Islam (Persis) dianiaya tetangganya sendiri Asep Maftuh (45) yang diduga mengalami gangguan jiwa hingga tewas.
Uu mengatakan Jabar saat ini cukup kondusif terlepas dari sejumlah gangguan keamanan yang terjadi belakangan. Namun, khususnya menjelang Pilkada serentak tahun ini, dia menyakini masyarakat Jabar semakin dewasa dalam berdemokrasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uu menilai adanya penafsiran politik dari masyarakat mengenai insiden orang diduga gila menganiaya tokoh agama ini merupakan hal yang wajar. Sebab, sambung dia, setiap kebijakan pemerintah bila dilihat melalui kacamata politik selalu melahirkan berbagai kesimpulan.
"Adanya penafsiran masyarakat hal wajar, karena politik tidak lepas dari penafsiran. Apapun keputusan pemerintah kalau ditafsirkan dalam politik pasti muncul berbagai kesimpulan, termasuk wacana Pj gubernur Jabar dari kepolisian," ujar Uu.
Menurut dia, munculnya penafsiran ini tak lepas dari adanya kekhawatiran berlebihan pemerintah pusat terhadap kondisi keamanan di Jabar. Sebab, Uu melanjutkan, alasan Mendagri Tjahjo Kumolo mengusulkan Pj gubernur dari polisi lantaran Jabar rawan saat Pilkada.
"Pemerintah pusat juga jangan berprasangka buruk kepada masyarakat Jabar. Jangan dianggap Pilkada mau ramai-ramai jadi alasannya dari pihak kepolisian, kalau memang mau dari kepolisian mangga saja tapi jangan ada anggapan tidak aman," tuturnya.
"Saya pribadi tidak masalah (Pj gubernur Jabar) mau dari polisi atau ASN, asalkan sesuai dengan aturan yang berlaku," ucap Uu menambahkan.
Baca juga: Kapolda Jabar Tegaskan Penganiaya Dua Ulama akan Diproses Hukum (bbn/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini