Pemandangan memprihatinkan mulai tampak ketika detikcom memasuki ruangan utama, sofa kusam penuh lubang menyambut ditambah udara pengap menyeruak karena satu-satunya cahaya dan ventilasi hanya bersumber dari pintu depan.
![]() |
Sebagian lantai masih menggunakan ubin lama yang ditumbuhi lumut, tampak juga ubin menganga berganti tanah keras licin sebagai landasan. Tali lengkap dengan jemuran membentang, di tengah rumah menjadi pembatas.
"Musim hujan, jadi bikin jemuran di dalam," sergah Esih spontan kepada detikcom, Rabu (24/1).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi kasur itu dalam posisi terlipat, Esih menjelaskan jika dengan posisi seperti itu anaknya lebih senang karena terasa lebih tebal. "Nah saya tidur disini dengan bapak dan Supranoto (anak bungsu)," tunjuk Esih menunjukkan lagi-lagi kasur kumal di salah satu kamar. Kasur itu juga dalam posisi terlipat, pakaian entah kotor atau beraih turut 'menghiasi' ruangan itu.
Ruangan paling belakang adalah perapian, Esih memasak masih menggunakan kayu bakar. Ruangan dapur tersambung langsung dengan sumur kamar mandi, ruangan itu tanpa tutup atap dan dinding. Terlihat tidak ada ruangan untuk buang air besar.
"Mau buang air ke selokan, karena kalau di tempat ini tidak ada penutupnya," jelasnya.
Baca Juga: Cerita Esih Hidupi 4 Anak dan Suami Renta di Rumah Mirip Benteng
Esih dan suaminya tinggal di tempat itu hampir selama 20 tahun. Sebelumnya Abah Suradianto pernah menikah sebanyak dua kali, dua istrinya meninggal dunia.
"Atap rumah ini pernah ketimpa batang pohon, kalau hujan mirip air terjun deras masuk ke tiap ruangan jadi banyak kasur dan lantai basah. Apalagi kayu penyangga atap di belakang sudah banyak yang lapuk, disenggol juga patah," tandasnya.
(avi/avi)