Pelantikan pejabat tersebut berjalan tak mulus. Yayat memilih enggan untuk dilantik. Sikapnya itu membuat pejabat lain kaget.
Yayat tiba-tiba mengacungkan tangannya saat bupati hendak melantik. Dia menegaskan tidak siap untuk dilantik. "Ini telah melanggar PP Nomor 11/2017 tentang pemberhentian pejabat tinggi pratama. Oleh karena itu saya mohon izin keluar dari ruang," kata Yayat di Aula Badan Kepegawaian Pendidikan dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (3/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menolak dilantik sebagai bentuk perlawanan dari Yayat. "Saya wajib menegakkan reformasi birokrasi. Ini bentuk perlawanan saya atas ketidak adilan," kata Yayat kepada awak media usai menolak untuk di lantik.
Saat ditanya mengenai langkah lanjutan, Yayat mengatakan masih menunggu sah atau tidaknya dirinya dilantik. Ia siap mengambil langkah hukum pascaputusan pelantikan tersebut sudah diterbitkan.
"Ini langkah pertama saya untuk mempertahankan hak ASN. Harusnya, ada mekanisme khusus untuk memberhentikan jabatan tinggi pratama setingkat sekda itu. Semisal, kalau saya melanggar ya saya harus diperiksa dulu dong," ujar Yayat.
Lebih lanjut, menurut dia, mutasi oleh Sunjaya kemungkinan besar memiliki muatan politis. Terlebih lagi, Yayat merupakan salah satu bakal calon yang maju di kontestasi Pemilihan Bupati (Pilbup) Cirebon. Bahkan, sambung Yayat, sebelum dimutasi sempat dihubungi Sunjaya. Dalam obrolan telepon itu, Yayat mengaku diminta untuk loyal terhadap Sunjaya.
"Tiga hari yang lalu saya ditelpon. Loyalitas yang dimaksud seperti apa, saya tidak tahu. Lebih baik saya loyal ke pemerintah. Mungkin ada kaitannya dengan pencalonan," katanya.
Diakhir wawancara, Yayat membacakan surat usulan mutasi yang diterimanya. Dalam surat tersebut tercantum bahwa Yayat dimutasi lantaran mendaftar sebagai bakal calon kepala daerah. "Kalau karena itu kan sudah diatur UU Pasal 254. Harusnya diberhentikan jika sudah ditetapkan sebagai calon kepala daerah," tutur Yayat.
![]() |
"Semua orang punya hak. Tetapi, bagi ASN itu jabatan adalah bentuk kepercayaan dari pimpinannya. Dan, ASN tahu aturan, jabatan apapun yang diembannya adalah amanah. Menerima atau menolak jabatan adalah hal biasa, karena memiliki pemikiran yang beda-beda" kata Sunjaya.
Saat ditanya soal aturan mutasi, Sunjaya mengaku pelaksanaan mutasi dan pelantikan sesuai dengan prosedur yang ada. "Ini bukan demosi. Waktu masih pakai PNS iya, sekarang ASN. Pemindahannya masih dalam satu kotak yaitu tetap sebagai jabatan tinggi pratama," ucap Sunjaya menjelaskan.
Keterlibatan Yayat dalam politik praktis menjadi alasan Sunjaya memutasinya dari jabatan sekda ke staf ahli. Menurut dia, jabatan staf ahli akan memberikan peluang besar bagi Yayat agar fokus ke ranah politik.
Dia menambahkan dalam aturan menyebutkan ASN yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah harus mengundurkan diri. "Justru saya memberikan kesempatan bagi ASN yang ikut pilkada, agar pikirannya tidak bercabang. Staf ahli lebih banyak di tempat tidak banyak berurusan dengan kedinasan. Saya dulu waktu jabat TNI pensiun juga sebelum maju jadi bupati, maju 2013 pensiun 2012," kata Sunjaya.
Kepala BKPSDM Kabupaten Cirebon Supadi Priyatna mengaku pelaksanaan mutasi dan pelantikan telah mendapat kesepakatan dari gubernur Jabar dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Terkait status Yayat, menurut Supadi, pihaknya masih berpegang pada keputusan bupati.
"Jabatannya staf ahli, sesuai dengan keputusan bupati. Kan sudah diberhentikan pak sekda dipindahkan ke staf ahli. Kita sudah tempuh sesuai aturan," ucapnya kepada awak media di Aula BKPSDM Kabupaten Cirebon.
Mutasi dari jabatan sekda ke staf ahli, Supadi menjelaskan bukan kali pertama terjadi. Mutasi tersebut pernah terjadi juga di Kota Depok, Jawa Barat. "Di daerah lain juga ada, mutasi sekda ke staf ahli. Alasannya sudah dijelaskan sama bupati," ujar Supadi. (bbn/bbn)