Pengalamannya puluhan tahun 'mengobati' radio lawas, membuatnya dijuluki dokter radio antik. Pria berusia 75 tahun itu sudah tidak perlu diragukan lagi kepiawaiannya memperbaiki radio antik berbentuk tabung.
Oo sudah mengenal radio berbentuk tabung itu sejak tahun 1960. Saat itu, Oo mengikuti kursus memperbaiki radio. Keterampilan yang didapatnya ia praktikkan dengan memperbaiki radio-radio milik tetangga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Semenjak sudah dikenal masyarakat, banyak orderan servis datang ke saya. Mulai dari situ saya mulai ada tarif servis," tutur ayah 8 orang anak ini.
"Banyak yang bilang saya 'dokter' radio antik. Soalnya sudah lama servis radio antik sampai sekarang," katanya lagi.
Profesi sebagai 'dokter' radio antik ini sempat terhenti dengan kehadiran radio transistor di Indonesia pada tahun 1975. Keberadaan radio transistor itu bermula saat prajurit TNI pulang bertugas dari Kongo.
"Ada tentara Indonesia ke Kongo bawa oleh-oleh transistor radio, itu permulaan heboh waktu itu pada di bawa ke sawah, katanya aneh ada isapan listrik padahal pake baterai. Radio tabung sempat berhenti beberapa tahun," tutur Oo.
Setelah selama puluhan tahun bak hilang ditelan bumi, radio tabung kembali unjuk gigi 10 tahun terakhir. Bahkan, radio tabung kembali digemari masyarakat berbagai kalangan.
Munculnya animo masyarakat terhadap barang zaman dulu itu, membuatnya kembali bergairah untuk melanjutkan profesi sebagai 'dokter' radio antik. Pekerjaan itu dijalaninya dengan senang hati.
"Apalagi ada komunitas di Bandung, gabung komunitas makin maju dan diketahui banyak orang. Banyak langganan dari luar kota dan pulau pada tau saya," ungkapnya.
![]() |
"Cuma begitu kendalanya suku cadang, karena dalam sekian tahun banyak (produksi) radio ya, kadang jadi kanibal dari radio rusak yang lain. Kalau harus cari suku cadang ke tempat lain jadi agak mahal," kata dia.
Selain membuka jasa servis, Oo mengoleksi 30 radio tabung berusia puluhan tahun. Uniknya, radio-radio tersebut masih berfungsi dan kondisinya cukup baik. Termasuk harganya juga cukup menjanjikan.
"Tergantung ukuran dan spesifikasinya. Kalau yang mono 1 juta - 1,5 juta rupiah. Kalau yang stereo itu 3 juta - 4 jutaan rupiah harganya. Rata-rata produksi tahun 60-an," ujar Oo.
"Selama 10 tahun terakhir banyak dari luar kota dan luar pulau yang servis atau beli radio antik di sini," ucap Oo menambahkan. (bbn/bbn)