Mengenal Oo, Kakek di Bandung Berjuluk 'Dokter' Radio Antik

Mengenal Oo, Kakek di Bandung Berjuluk 'Dokter' Radio Antik

Mukhlis Dinillah - detikNews
Selasa, 21 Nov 2017 09:57 WIB
Oo Kholid berpengalaman puluhan tahun 'mengobati' radio lawas. (Foto: Muklis Dinillah/detikcom)
Bandung - Gelar dokter biasanya identik dengan seseorang yang memiliki keahlian mengobati penyakit manusia atau hewan. Tetapi, gelar 'dokter' yang dimiliki Oo Kholid berbeda. Oo dijuluki 'dokter' radio antik.

Pengalamannya puluhan tahun 'mengobati' radio lawas, membuatnya dijuluki dokter radio antik. Pria berusia 75 tahun itu sudah tidak perlu diragukan lagi kepiawaiannya memperbaiki radio antik berbentuk tabung.

Oo sudah mengenal radio berbentuk tabung itu sejak tahun 1960. Saat itu, Oo mengikuti kursus memperbaiki radio. Keterampilan yang didapatnya ia praktikkan dengan memperbaiki radio-radio milik tetangga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Awal setelah kursus itu perbaiki radio-radio tetangga dulu, tapi gratis waktu itu selama beberapa tahunan," kata Oo saat ditemui di kediamannya, Jalan Situgunting Timur, RW 8, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (21/11/2017).
Oo Kholid dijuluki 'dokter' radio antik. (Foto: Muklis Dinillah/detikcom)
Kepiawaiannya memperbaiki radio mulai dikenal masyarakat luas. Orderan servis radio mulai deras berdatangan ke rumahnya selama beberapa tahun.

"Semenjak sudah dikenal masyarakat, banyak orderan servis datang ke saya. Mulai dari situ saya mulai ada tarif servis," tutur ayah 8 orang anak ini.

"Banyak yang bilang saya 'dokter' radio antik. Soalnya sudah lama servis radio antik sampai sekarang," katanya lagi.

Profesi sebagai 'dokter' radio antik ini sempat terhenti dengan kehadiran radio transistor di Indonesia pada tahun 1975. Keberadaan radio transistor itu bermula saat prajurit TNI pulang bertugas dari Kongo.

"Ada tentara Indonesia ke Kongo bawa oleh-oleh transistor radio, itu permulaan heboh waktu itu pada di bawa ke sawah, katanya aneh ada isapan listrik padahal pake baterai. Radio tabung sempat berhenti beberapa tahun," tutur Oo.

Setelah selama puluhan tahun bak hilang ditelan bumi, radio tabung kembali unjuk gigi 10 tahun terakhir. Bahkan, radio tabung kembali digemari masyarakat berbagai kalangan.

Munculnya animo masyarakat terhadap barang zaman dulu itu, membuatnya kembali bergairah untuk melanjutkan profesi sebagai 'dokter' radio antik. Pekerjaan itu dijalaninya dengan senang hati.

"Apalagi ada komunitas di Bandung, gabung komunitas makin maju dan diketahui banyak orang. Banyak langganan dari luar kota dan pulau pada tau saya," ungkapnya.
Pria berusia 75 tahun itu sudah tidak perlu diragukan lagi kepiawaiannya memperbaiki radio antik berbentuk tabung. (Foto: Muklis Dinillah/detikcom)
Oo mengaku saat ini mematok tarif perbaikan radio antik mulai dari Rp 500 ribu. Biaya servis tergantung kerusakan pada radio tersebut. Harganya akan semakin mahal ketika kesulitan mencari suku cadang.

"Cuma begitu kendalanya suku cadang, karena dalam sekian tahun banyak (produksi) radio ya, kadang jadi kanibal dari radio rusak yang lain. Kalau harus cari suku cadang ke tempat lain jadi agak mahal," kata dia.

Selain membuka jasa servis, Oo mengoleksi 30 radio tabung berusia puluhan tahun. Uniknya, radio-radio tersebut masih berfungsi dan kondisinya cukup baik. Termasuk harganya juga cukup menjanjikan.

"Tergantung ukuran dan spesifikasinya. Kalau yang mono 1 juta - 1,5 juta rupiah. Kalau yang stereo itu 3 juta - 4 jutaan rupiah harganya. Rata-rata produksi tahun 60-an," ujar Oo.

"Selama 10 tahun terakhir banyak dari luar kota dan luar pulau yang servis atau beli radio antik di sini," ucap Oo menambahkan. (bbn/bbn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads