Kue memiliki diameter sekitar tiga sentimeter ini gurih dan renyah. Sentra produksi kue gapit itu berada di empat desa, yakni Desa Tuk, Setu Wetan, Panembahan, dan Kemlaka. Salah satu pemilik produksi rumahan kue gapit, Iskandar, mengatakan sejak tahun 1980-an keluarganya memulai usaha makanan tersebut.
"Ini sudah lama. Sejak orang tua saya masih duduk di bangku SMP. Turun temurun. Saudara saya juga usaha gapit," kata Iskandar saat ditemui di kediamannya, Desa Setu Wetan, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (18/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Disebut kue gapit, sambung Iskandar, karena proses pembuatannya diapit atau dijepit dengan alat. "Ya karena dijepit pakai alat. Terus dinamakan gapit yang memikiki arti jepit kalau dalam bahasa Indonesia," kata Iskandar.
Kue Gapit yang diproduksi olehnya memiliki empat varian rasa terdiri kacang, bawang, kelapa, dan keju. Namun, menurut dia, untuk rasa keju diproduksi saat ada pesanan dari konsumen.
![]() |
"Dulu bisa meraup keuntungan 10 juta rupiah per bulan. Sekarang menurun, cukup lah intinya mah," ujarnya.
Kue gapit rasa bawang dan kacang dihargai Rp 25.000 per kilogram. Sedangkan rasa kelapa hanya Rp 20.000 per kilogram. Iskandar mengaku sempat mencoba memasarkan kue gapit hasil produksinya melalui minimarket. Namun, karena bungkusnya dinilai masih kurang baik, pihak minimarket meminta Iskandar untuk memperbaiki kemasan.
"Cuma karena kemasan saja. Plastiknya harus diganti, harus lebih tebal. Tapi ini kan perlu modal juga untuk mengubah kemasan. Tentu ini membuat kami berpikir ulang," ucap Iskandar. (bbn/bbn)