Tangan kanannya sesekali mengelus kedua kakinya. Sembari memegang tasbih, mulut Ghoni tak berhenti mengucapkan lafaz Allah. Saat ditemui detikcom, Kamis (9/11/2017), Ghoni sedang bersantai di teras rumahnya.
Ghoni terpaksa putus sekolah karena kondisi fisiknya yang tak kuat untuk berjalan. Foto: Sudirman Wamad |
Bersantai sambil wirid sudah menjadi kebiasaan Ghoni setiap pagi. Butuh waktu sekitar tiga menit bagi Ghoni untuk berjalan dari pintu depan rumahnya menuju ruang tamu. Padahal, jaraknya hanya lima meter. Itu pun dibantu dipapah oleh adiknya, Icah Fatiha (18).
Ghoni terpaksa putus sekolah karena kondisi fisiknya yang tak kuat untuk berjalan. Selain itu, ekonomi keluarganya pun tak mencukupi untuk membiayai pendidikannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dulu, saat dirinya masih menimba ilmu di bangku sekolah tingkat pertama dan atas sering terjatuh saat berangkat ke sekolah. Hal itu dikarenakan kakinya tak kuat untuk mengayuh sepeda.
"Sekarang pakai tongkat, tapi sering jatuh juga. Untuk bisa berpindah tempat biasanya saya merambat ke tembok," katanya.
Ghoni menginginkan sekali untuk bisa sembuh seperti sediakala, saat dirinya masih duduk di bangku sekolah dasar. Dikatakan Ghoni, kakinya mulai terasa sakit dan tak bisa berjalan ketika kelas VI SD, tepatnya peralihan menuju ke MTs.
Ia memiliki cita-cita untuk bisa menjadi ustaz seperti ayahnya. Untuk itu dirinya masih memiliki keinginan yang teguh agar bisa menimba ilmu di pondok pesantren. "Kalau sembuh nanti ingin bantuan bapak bertani. Udah sering berobat, tapi belum ada yang cocok," ucapnya.
Sementara, ayahnya, Dedi Toha (51) setiap harinya bekerja sebagai buruh tani dan aktif mengajar mengaji di musala-musala. Diakui Toha, dirinya hanya menggarap sawah milik orang lain. Setiap panen, dirinya harus membagi hasil dengan pemilik sawah.
"Ya kalau untuk sehari- hari cukup. Tapi, kalau untuk kebutuhan sekolah kurang. Kalau mengajar ngaji itu saya tidak menargetkan mendapatkan bayaran," kata Toha.
Selain kondisi ekonomi yang tak stabil, sambung Toha, kondisi fisik Ghoni pun menjadi salah satu faktor yang menyulitkan dirinya untuk melanjutkan sekolah. Toha mengaku tak mampu membeli kursi roda untuk Ghoni, karena keterbatasan biaya.
Karena penghasilannya yang tak mencukupi, Icha, adiknya Ghoni pun terpaksa dipulangkan dari pondok. "Icha saya suruh balik, tujuannya untuk membantu di rumah ngurus adiknya yang masih SD. Icah sebelumnya mondok di Tegal selama setahun," ucapnya.
Di rumahnya, hanya dirinya dan tiga anaknya. Toha sudah bercerai dengan istrinya. Sehingga, Icah terpaksa dipulangkan demi meringankan beban ekonomi keluarga.
"Kalau ekonomi sudah stabil untuk bisa membiayai sekolah anak-anak, saya akan pondokan Icah dan Ghoni. Sementara masih seperti ini, jadi belum bisa," ucapnya.
Ditambahkan Toha, untuk pengobatan Ghoni hanya bisa ia lakukan semampunya. Toha tak memiliki kartu KIS, ia hanya mengandalkan kartu Jamkesmas untuk pengobatan Ghoni. Dan, sambungnya, itu pun tak terlalu membantu. Ghoni hanya bisa mendapatkan pengobatan secara umum.
"Dulu pernah dirujuk ke RS, tapi di suruh uji lab. Cuma kami tak punya biaya, jadi semampunya saja," tandasnya. (avi/avi)












































Ghoni terpaksa putus sekolah karena kondisi fisiknya yang tak kuat untuk berjalan. Foto: Sudirman Wamad