Detikcom menemui Asep di kebun milik majikannya di Kampung Babakan Pajagalan, Kelurahan Sukamentri, Kecamatan Garut Kota, Garut, Kamis (2/11) siang. Asep menceritakan perjalanannya berdagang kangkung.
"Ti baheula keneh (dari dulu) jualan kangkung, dari kecil," ungkap Asep Kamis (2/11) siang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penampilannya lusuh. Asep bahkan mengaku tak pernah menggunakan alas kaki saat berjualan. Di kakinya, terdapat luka bekas sayatan celurit yang didapatnya saat memanen kangkung di kebun.
Asep tidak fasih berbahasa Indonesia, ia hanya bisa berbicara dengan menggunakan bahasa Sunda. Saat diajak bicara, Asep hanya tersenyum dan sesekali menjawab ketika ditanya.
Asep menjelaskan sejak pagi hari ia berjualan kangkung setiap harinya. Setiap ikat kangkung yang ia bawa, dihargai seribu rupiah.
"Bawa 30 (ikat) kangkung sehari, dijual seribuan. Sapoe meunang 20 rebu (sehari dapat 20 ribu rupiah)," ungkapnya.
Uang yang dia peroleh dari berjualan kangkung tidak langsung bisa dimilikinya. Setengah dari hasil berjualan diberikan kepada pemilik kangkung yang ia jual.
Jika mendapatkan uang Rp 20 ribu dari hasil berjualan, Asep kebagian jatah Rp 10 ribu dari majikannya. Uang sepuluh ribu rupiah itu selalu Asep berikan kepada sang ibu Nani (53) untuk membeli keperluan sehari-hari.
Di akhir perbincangan, Asep menjelaskan keinginan dan cita-citanya. Tak muluk-muluk, ia hanya ingin jadi tukang kangkung yang sukses.
"Hayang jadi tukang kangkung nu sukses (ingin jadi tukang kangkung yang sukses)," pungkasnya. (avi/avi)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini