Mengintip Proses Produksi Borondong Ibun Bandung yang Melegenda

Mengintip Proses Produksi Borondong Ibun Bandung yang Melegenda

Wisma Putra - detikNews
Rabu, 01 Nov 2017 08:43 WIB
Borondong Ibun/Foto: wisma putra
Kabupaten Bandung - Manis gula merah terasa lumer di mulut saat menggigit makanan yang satu ini, meski bentuknya padat namun saat digigit makanan ini lunak, tidak keras seperti saat dipegang.
Meski pada umumnya makanan ini berbentuk kecil, ada juga bentuk besar. Tapi mengenyangkan perut karena terbuat dari beras ketan yang mengandung karbohidrat.
Itulah borondong, makanan tradisional khas Kampung Sangkan, Desa Laksana, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang sudah melegenda.
Belum lama ini, detikcom berkesempatan mengunjungi kediaman Ma Emi (75) untuk menengok pembuatan borondong. Untuk membuat dibutuhkan waktu lama dan dilakukan oleh banyak orang.
Dari cerita para perajin, selepas menunaikan shalat subuh dan menyelesaikan seluruh pekerjaan, membersihkan rumah dan membuatkan sarapan untuk anak dan suaminya. Para perajin borondong yang notabene perempuan setengah baya bergegas ke rumah Ma Emi
Saat menyaksikan pembuatan borondong, ibu-ibu setengah baya itu memiliki peran berbeda-beda. Ada yang bertugas membersihkan sisa gabah, menguleni, membentuk hingga mengemas. "Seperti ini pembuatan borondong, banyak prosesnya," ujar Ma Emi saat ditemui di kediamannya.
Ada beberapa tahap yang harus dilalui untuk membuat borondong. Dari mulai menyangrai gabah ketan hingga berubah bentuk seperti pop corn, membersihkan sisa gabah, menguleni dan dicampurkan dengan gula merah, mencetak dalam bentuk gepeng dan bulat, kemudian dimasukkan ke dalam oven agar menjadi kering dan mengeras.
"Prosesnya panjang dan menyita banyak waktu," tambah Ma Emi.
Butuh keterampilan khusus saat membuat borondong agar menghasilkan bentuk yang sempurna. Dengan telaten para ibu itu, mencetak borondong dengan sangat cepat, hanya dengan hitungan menit puluhan butir borondong berhasil di cetak dan siap di oven.
Ma Emi mengatakan, nama borondong mulai redup karena di telan zaman dan merugi karena bahan baku mahal dan perajin tidak dapat menaikkan harga jual, selain itu sumber daya manusia (SDM) pengrajin borondong pun regenerasinya lambat.
"Ema ingin supaya anak-anak muda di Kecamatan Ibun untuk meneruskan usaha borondong dan melestarikan borondong. Sekarang juga cucu ema di suruh belajar," katanya.
Senada dengan Ma Emi, perajin lainnya Yayat Yuarsa (49) menuturkan seiring perkembangan zaman para pelaku usaha borondong di Kecamatan Ibun terseok-seok.
"Terseok-seok, jika dulu bisnis borondong bisa beli barang-barang (barang rumah tangga) kalau sekarang hanya memperpanjang untuk makan," tuturnya.
Yayat mengungkapkan selain biaya produksi yang mahal dan harga jual yang tak bisa dinaikkan nama borondong kian meredup. Hal tersebut terlihat dari jumlah pelaku UMKM borondong yang setiap tahunnya terus berkurang.
"Dulu bisnis borondong bisa diandalkan, kalau sekarang hanya cukup untuk makan. Dari sekitar 27 perajin borondong, sekarang tinggal 18. Kami bisnis borondong selain untuk makan juga untuk mempertahankan tradisi," ungkapnya.
Pengrajin borondong lainnya Cucu Supriata (38) mengatakan, perhatian dari pemerintah ada namuan tidak berlanjut. "Dulu sempat ikut pameran sekarang tidak lagi, sekarang kalau ikut pameran bayar stand-nya lumayan sedangkan borondong yang dijualnya sedikit. Kami harap terus ada pembinaan dan promosi dari pemerintah," ujarnya.
(avi/avi)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads