Persoalan buang hajat ke sungai ini pun tidak berlaku ketika hujan turun. Siswa terpaksa menahan hajat hingga waktu pulang sekolah.
"Sekolah kami memang tidak punya jamban, untuk keperluan buang hajat baik siswa maupun guru harus ke sungai. Nah masalahnya kalau hujan turun sungai meluap kan berisiko," kata Dodi Riana (35) guru honorer SDN Jaya Mekar kepada detikcom, Rabu (27/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dijelaskan Dodi, di sekolah tempatnya mengajar terdapat 3 ruangan. Dua ruangan dipakai untuk kegiatan belajar mengajar kelas 1 hingga 6 dan satu ruangan lagi untuk ruang guru. Aliran listrik juga tidak terpasang sehingga ketika hujan kegiatan belajar mengajar harus gelap-gelapan.
"Jumlah siswa keseluruhan ada 96 anak, mereka berbagi ruangan. Sejauh ini belum ada bantuan untuk penambahan ruang, yang paling kita perlukan sementara ini adalah toilet dan mungkin sambungan listrik," lanjut dia.
![]() |
Di sekolah tersebut, Dodi dan saudaranya Mulyana (33) mengabdi sebagai seorang pendidik, meski bergaji Rp200 ribu tidak menyurutkan tekad keduanya untuk tetap mengabdi. Harapan mereka status honorer bisa berubah menjadi PNS dengan jaminan yang lebih baik.
"Kalau harus berhitung pasti jauh antara gaji dengan pengeluaran setiap hari. Tapi Alhamdulillah saya berkebun sementara saudara saya wawarungan, untuk kebutuhan dapur meskipun terbatas. Kalau saya bicara keinginan tentunya ingin agar status kami diperhatikan oleh pihak pemerintah," lirihnya.
![]() |
(avi/avi)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini