Belasan anggotanya saat itu sedang asyik mengobrol. Ya mengobrol dengan tidak bersuara. Hening rasanya. Namun jemarinya terus bergoyang-goyang. Keadaan seketika bisa menjadi ramai ketika salah seorang dari anggota menceritakan kisah lucu menggunakan bahasa isyarat. Suara tawa langsung terdengar.
![]() |
Tak hanya itu, beberapa anggota lainnya pun terlihat asik berkomunikasi dengan video call. Ibu jari hingga kelingking digerakkan di depan layar ponselnya. Suasana hening namun hangat itu menandakan kuatnya soldiaritas antar anggota, meski berbeda latar belakang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau saya memang normal, tak memiliki gangguan pendengaran. Saya hanya ingin mereka ini punya wadah sebagai tempat belajar mereka demi meningkatkan kualitas hidupnya," kata Ibnu.
Diceritakan Ibnu, awalnya E-Tuli hanya memiliki kegiatan kampus selama dua tahun. Saat itu Sekretariat E-Tuli berada di kampus Poltekes Bhakti Pertiwi Husada Kota Cirebon. Di tahun 2016, bersama anggota E-Tuli memilih mendirikan posko kumintas di Jalan Cipto Mangunkusumo.
"Kami mendapatkan saran dari teman-teman untuk membentuk yayasan. April kemarin Alhamdulilah E-Tuli ini resmi menjadi yayasan. Ini akan memperkuat kedudukan kita untuk mengembangkan kegiatan," katanya.
![]() |
E-Tuli sendiri bergerak konsen memberikan pengenalan dan pemahaman tentang bahasa isyarat kepada masyarakat umum. Setiap pekannya, sambung Ibnu, E-Tuli aktif dikegiatan Car Free Day di Jalan Siliwangi dengan membuka kelas bahas isyarat. Selain di tempat umum, pengenalan dan pemahaman bahasa isyarat juga dilakukan di sekolah dan kampus se-Ciayumajakuning.
"Bagi saya, bahasa isyarat itu sangat menarik dan unik. Tidak semua orang paham, untuk itu kita perlu mengenalkannya ke masyarakat, selain memberikan pembelajaran bahasa isyarat ke anggota juga," ucapnya.
Ibnu pun menginginkan, E-Tuli bisa meghelat kegiatan sosial yang lebih besar. Karena terkendala dengan sarana dan prasaran yang dimiliki, E-Tuli pun menggelar kegiatan seadanya. Sejak berdiri hingga saat ini, dikatakan Ibnu, sumber dana E-Tuli adalah hasil swadaya para anggota. Ibnu pun selektif dalam memilih anggota, salah satunya dengan memberlakukan batasan usia.
"Minimal usia 17 tahun boleh gabung. Kalau yang masih sekolah di SLB tidak kita anjurkan untuk bergabung. Kalau hanya sharing-sharing kami bolehkan. Kami hanya ingin berbagi peran dengan pihak pendidikan," katanya.
Ibnu juga mengaku, awalnya tak sedikit dari para anggota yang tak menguasai bahasa isyarat. Karena selalu belajar bersama, kini anggota E-Tuli pun lancar menggunakan bajasa isyarat. Saat ini E-Tuli memiliki anggota sekitar 105 orang.
Ia juga berharap pemerintah memiliki kepedulian untuk memperhatikan orang-orang berkebutuhan khusus. "Alhamduliah mas, kemarin kita melakukan pertemuan Dinsos Kota Cirebon. Kami meminta audiensi dengan wali kota," katanya.
Rencananya, pada peringatan Pekan Tuli Internasional yang dimulai dari tanggal 18 hingga 24 September nanti E-Tuli bakal menggelar berbagai kegiatan. (avi/avi)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini