Ahmad menjelaskan, kasus tersebut bermula saat sebanyak 79 orang siswa tidak diterima di SMAN 27 yang beralamat di Jalan Cimincrang, Gedebage, Kota Bandung itu. Mereka tidak diterima lantaran jumlah kelas yang dimiliki SMAN 27 Bandung tidak memadai.
"Akan tetapi, masyarakat mendesak agar anak-anaknya bisa bersekolah di sana. Jadi yang terjadi di sana adalah pemaksaan kehendak dari masyarakat," ucap Ahmad saat dikonfirmasi detikcom via telepon, Jumat (28/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masyarakat ingin menambah rombel (rombongan belajar). Kebijakan kami sebetulnya tidak ada penambahan rombel karena kelasnya terbatas. Di sana, hanya mampu delapan kelas. Kami sudah rekomendasikan ke sekolah swasta atau sekolah terbuka, tetapi tetap memaksa bahkan berniat menggembok dan menyegel sekolah," kata Ahmad.
Akhirnya, kata Ahmad, pihak sekolah, orang tua siswa, dan unsur musyawarah pimpinan kecamatan (Muspika) Gedebage bermusyawarah. Berdasarkan hasil musyawarah, lanjut dia, tercetus inisiatif untuk membangun kelas baru yang dikelola oleh komite sekolah.
"Masyarakat sepakat, karena ingin bersekolah di situ membangun kelas bersama-sama. Bukan kebijakan sekolah, bukan inisiatif sekolah. Karena kebijakan kami sudah jelas, tidak ada penambahan rombel," tuturnya.
Baca Juga: Tim Saber Pungli Jabar Tangkap Tangan Kepsek SMAN 27 Bandung
Dengan inisiatif itu, sambung Ahmad, para orang tua mengumpulkan dana pembangunan yang sudah disepakati. Uang itu, kata Ahmad, dikelola komite sekolah dan disimpan di brankas SMAN 27 Bandung. Lantaran sesuai aturan hanya 36 orang perkelas, sehingga yang melanjutkan hanya 72 orang siswa.
"Uangnya dikelola komite. Sekolah enggak ikut campur. Uang itu dititipkan di brankas sekolah karena belum sempat dimasukan ke rekening komite. Nah, jadi kemarin itu bukan OTT (operasi tangkap tangan) tetapi hanya klarifikasi," kata dia. (avi/avi)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini