WCC Catat Angka Kekerasan Seksual di Cirebon Tinggi

WCC Catat Angka Kekerasan Seksual di Cirebon Tinggi

Tri Ispranoto - detikNews
Kamis, 18 Mei 2017 15:22 WIB
Manager Program WCC Mawar Balqis, Sa'adah. Foto: Tri Ispranoto
Cirebon - Lembaga aktivis perempuan Woman Crisis Center (WCC) Mawar Balqis mendesak agar pemerintah segera merealisasikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual. Manager Program WCC Mawar Balqis, Sa'adah mengatakan, desakan tersebut tak lain agar angka kekerasan seksual bisa diminimalisir.

"Poin-poin penting dalam RUU itu adalah mendesak pemenuhan hak dan kebutuhan pada korban. Karena undang-undang yang ada saat ini hanya fokus pada penidakan terhadap pelaku," ucap Sa'adah di sela-sela diskusi Advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Fahmina Institute, Jalan Swasembada, Kota Cirebon, Kamis (18/5/2017).

Menurut dia, kekerasan seksual tidak hanya marak di kota atau daerah besar saja. Di Kota dan Kabupaten Cirebon angka kekerasan seksual cukup tinggi. Bahkan tahun lalu, WCC Mawar Balqis mendapat 88 laporan dari masyarakat terkait kasus tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tahun ini dari awal Januari sampai Mei sudah ada 25 laporan yang masuk. Jadi angkanya di Cirebon tinggi," katanya.

Sa'adah menyebut, dari sekian banyak laporan yang diterima WCC Mawar Balqis, 60 persen korban ialah anak di bawah umur dengan mayoritas pelakunya orang dekat. Salah satu faktornya yaitu masih adanya ketimpangan relasi kuasa.

Masih banyaknya laporan, kata Sa'adah, terjadi karena hukum yang berlaku saat ini kurang maksimal. Bukan hanya itu, kultur masyarakat yang masih memilih penyelesaian secara 'kekeluargaan' menjadi faktor lain yang menyebabkan tidak adanya efek jera untuk pelaku.

Salah satu pendekatan 'kekeluargaan' yang biasa terjadi di Kota dan Kabupaten Cirebon ialah kasus persetubuhan antara anak di bawah umur. Kebanyakan penyelesaian masalahnya dengan melaksanakan perkawinan. Namun banyak dari perkawinan tersebut hanya berlangsung satu hingga tiga minggu.

"Kalau vonis terberat dari sekian banyak laporan yang kami tangani hanya tujuh tahun penjara. Sebenarnya laporan yang tidak tertangani oleh kita karena keterbatasan personel juga," ujar Sa'dah.

Untuk itu dengan didorongnya RUU tersebut, diharapkan tidak hanya vonis tinggi terhadap pelaku, namun pemerintah bisa menindak lanjuti kondisi korban pascakejadian. "Karena banyak juga korban yang tidak mau melapor karena malu dan tidak mendapat perlindungan. Itulah yang harus kita dorong selain hukuman berat bagi pelaku," tutur Sa'adah. (bbn/bbn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads