Pemerhati Kebijakan Publik Fisip UIN SGD Bandung Khaerul Umam mengatakan hal itu disebabkan tidak singkronnya kebijakan antara daerah dengan di tingkat provinsi dan pusat.
"Jadi kalau pusat punya rencana tata ruang sendiri, kadang provinsi dan kabupaten/kota punya juga sendiri. Akhirnya akan saling tarik menarik, jadi tidak konsisten," kata Khaerul dalam diskusi 'bongkar kebijakan tata ruang dan kejahatan lingkungan Jabar' di eKoffie Cafe, Jalan Ibrahim Adjie, Kota Bandung, Kamis (4/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi seharusnya RTRW di wilayah dan pusat ini berbarengan," ungkap dia.
Dia mencontohkan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB), Majalengka, yang mengorbankan 90 persen lahan pertanian. Kondisi itu tentunya membuat para petani kehilangan lahan garapannya meski mendapatkan penggantian uang.
Menurutnya, pemerintah seharusnya mencarikan lahan pengganti agar masyarakat petani tetap bisa melakukan aktivitasnya seperti dulu. Sehingga, perekonomian mereka tetap bisa berjalan sebagai seorang petani.
"Kenapa tidak ada pembukaan lahan baru (persawahan). Ini kesalahan fatal ketika biasanya bertani tidak dipersiapkan. Jangan eksekusi dulu baru memikirkan dampaknya," jelas dia.
Selain itu, kata dia, apabila Majalengka nantinya menjadi Aero City, pemerintah juga seharusnya mempersiapkan wilayah penyangga di sekitar. Sehingga, BIJB nantinya bisa terkoneksi dengan baik dengan wilayah lainnya.
"Saya rasa sejauh ini belum dipersiapkan. Tentunya ini harus menjadi perhatian juga bagi pemerintah provinsi dan daerah," kata Khaerul.
Contoh kasus lainnya, kata dia, pembangunan kawasan perumahan di Gedebage, Kota Bandung. Berdasarkan RTRW yang sudah ada, Gedebage tidak pernah diproyeksikan untuk menjadi kawasan perumahan melainkan industri dan pemerintahan.
Dia mengatakan pembangunan perumahan yang masif membuat lahan pertanian di kawasan Gedebage habis. Selain itu juga berdampak hilangnya daerah serapan air. Sehingga, semakin rawan terjadi banjir di kawasan tersebut.
"Sebenarnya saat ini salah kalau bilang banjir Gedebage karena curah hujan. Karena hasil penilitian curah hujan standar saja, cenderung menurun. Tapi ini lebih kepada semakin menipisnya daerah resapan air," kata Khaerul.
(ern/ern)











































