Konon, Prabu Tanjung Sanghyang Anginan (raja) yang kini dijadikan nama Desa Pasir Angin yang bersebelahan dengan Curug Citambur sering membersihkan diri, mandi dan bertapa di curug tersebut setiap Hari Jumat.
Dengan gagahnya, Sanghyang datang ke curug tersebut dengan menggunakan seekor kuda dengkap dengan pengikutnya yang menabuh alat musik tambur atau dalam Bahasa Sunda dinamai dog-dog.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun sebetulnya asal-usul nama Cirig Citambur ini banyak versinya. Warga sekitar Umi Nunung (61) menerangkan, menurut kepercayaan nenek moyangnya dulu, kawasan di mana curug tersebut berada merupakan Kerajaan Tanjung Anginan, yang rajanya bergelar Prabu Tanjung Sanghyang Anginan.
Kerajaannya berada tepat di depan pintu masuk, yang kini digunakan sebagai Kantor Desa Karang Jaya. Ada ritual unik saat Sanghyang ketika akan menuju pemandian.
"Lantunan alat musik tambur kerap ditabuh para pengikutnya, sampai-sampai terdengar cukup jauh sehingga warga mendengarnya," ungkapnya.
Dulu kata Umi, tidak mudah untuk sampai ke curug ini, karena harus melalui sejumlah desa dan menembus hutan.
"Versi lainnya menyebutkan, bahwa air terjun ini dinamai Citambur karena air yang turun dari atas tebing mengeluarkan suara berderum mirip dengan alat musik tambur yang dimainkan dengan cara dipukul seperti kendang," pungkasnya.
(avi/avi)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini