Senyum Muhammad Fahri Assidiq (11) mengembang saat detikcom berkunjung ke rumahnya di Jalan Raya Cipadung RT 1 RW 3, No 459 Keluran Cipadung, Kecamatan Cibiru Kota Bandung.
Bocah pengidap Osteogenesis Imperfecta itu sangat ramah. Tidak sedikitpun rasa minder atau malu karena kondisi tubuhnya.
Di samping Fahri, sang ibu Sri Astati Nursani. Perempuan berusia 32 tahun itu begitu tegar dan banyak menguntai senyum.
Di usianya yang menginjak 11 tahun, seharusnya Fahri bebas beraktivitas. Namun karena penyakitnya, aktivitasnya terbatas. Tulang-tulang di tubuhnya patah. Ia hanya bisa merangkak untuk bermain.
Menurut Sani, sapaan karib Ibunya, Fahri lahir dan tumbuh normal hingga usia 4 tahun. Saat usia 4 tahun, Fahri tiba-tiba jatuh saat berjalan kaki yang meyebabkan kaki kananya patah.
"Awalnya waktu umur 4 tahun, lagi jalan tiba-tiba jatuh. Terus jadinya setiap jatuh ada tulang yang patah. Setahun berobat terus ke RSHS, baru usia 5 tahun ketauan penyakitnya osteogenesis imperfecta," ujar Sani.
Saat menjalani perawatan di tahun pertama, Sani sempat putus asa. Karena dokter menyebutkan tidak ada obat untuk anak pertamanya itu. Namun tangan Tuhan bekerja. Ada seseorang yang membantunya untuk diliput dan masuk ke salah satu acara talkshow di televisi. Sejak saat itu, bantuan berdatangan. Juga ternyata ada obat untuk penyakit Fahri.
"Sejak saat itu banyak bantuan, Alhamdulillah. Ternyata ada obatnya. Setelah pakai obat itu memang Fahri lebih baik. Dulu enggak bisa duduk seperti ini. Tiduran saja," tutur Sani.
Saat ini, pengobatan untuk Fahri menggunakan obat seharga Rp 3,8 juta. Obat tersebut diberikan dengan cara disuntikkan ke tubuhnya.
"Sebulan teh dulu mah bisa dua tiga kali patah. Sekarang semenjak disuntik ini lebih baik. Tapi kalau mau disuntik, kondisi Fahrinya harus sehat. Sama kaya diimunisasi kan harus sehat," ungkap Sani yang hanya berjualan baju dan tisu tersebut.
Meski harus membiayai dua anaknya sendiri, Sani tidak pantang menyerah. Baginya, sumber kekuatan adalah anak-anaknya. Apalagi Fahri yang tetap aktif dan ceria membuatnya semangat untuk mengupayakan kesembuhan Fahri.
"Fahri enggak pernah ngeluh. Mengeluh kalau memang terasa sakit saja. Dia ceria dan aktif. Itu yang bikin saya kuat," kata Sani.
(avi/ern)
Bocah pengidap Osteogenesis Imperfecta itu sangat ramah. Tidak sedikitpun rasa minder atau malu karena kondisi tubuhnya.
Di samping Fahri, sang ibu Sri Astati Nursani. Perempuan berusia 32 tahun itu begitu tegar dan banyak menguntai senyum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sani, sapaan karib Ibunya, Fahri lahir dan tumbuh normal hingga usia 4 tahun. Saat usia 4 tahun, Fahri tiba-tiba jatuh saat berjalan kaki yang meyebabkan kaki kananya patah.
"Awalnya waktu umur 4 tahun, lagi jalan tiba-tiba jatuh. Terus jadinya setiap jatuh ada tulang yang patah. Setahun berobat terus ke RSHS, baru usia 5 tahun ketauan penyakitnya osteogenesis imperfecta," ujar Sani.
![]() |
Saat menjalani perawatan di tahun pertama, Sani sempat putus asa. Karena dokter menyebutkan tidak ada obat untuk anak pertamanya itu. Namun tangan Tuhan bekerja. Ada seseorang yang membantunya untuk diliput dan masuk ke salah satu acara talkshow di televisi. Sejak saat itu, bantuan berdatangan. Juga ternyata ada obat untuk penyakit Fahri.
"Sejak saat itu banyak bantuan, Alhamdulillah. Ternyata ada obatnya. Setelah pakai obat itu memang Fahri lebih baik. Dulu enggak bisa duduk seperti ini. Tiduran saja," tutur Sani.
Saat ini, pengobatan untuk Fahri menggunakan obat seharga Rp 3,8 juta. Obat tersebut diberikan dengan cara disuntikkan ke tubuhnya.
"Sebulan teh dulu mah bisa dua tiga kali patah. Sekarang semenjak disuntik ini lebih baik. Tapi kalau mau disuntik, kondisi Fahrinya harus sehat. Sama kaya diimunisasi kan harus sehat," ungkap Sani yang hanya berjualan baju dan tisu tersebut.
Meski harus membiayai dua anaknya sendiri, Sani tidak pantang menyerah. Baginya, sumber kekuatan adalah anak-anaknya. Apalagi Fahri yang tetap aktif dan ceria membuatnya semangat untuk mengupayakan kesembuhan Fahri.
"Fahri enggak pernah ngeluh. Mengeluh kalau memang terasa sakit saja. Dia ceria dan aktif. Itu yang bikin saya kuat," kata Sani.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini