Eksekusi sekitar 30 rumah tersebut berdasarkan Penetapan Eksekusi No. 40/Pdt/Eks/-2014/PUT/PN.Bdg. Warga diminta untuk mengosongkan tempat tinggalnya oleh juru sita Pengadilan Negeri Bandung pada Rabu (9/11/2016). Eksekusi sempat berlangsung panas.
Namun, akhirnya warga mengalah dan meninggalkan rumahnya masing-masing. Sebagai gantinya, warga yang terkena dampak disewakan kontrakan gratis selama enam bulan di kawasan Jalan Waas dan Jalan Sukaati. Tetapi kontrakan tersebut tidak layak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan hampir semua warga terdampak mengeluhkan tempat relokasi sementara tersebut. Sehingga sebagian besar warga memilih tinggal di sanak keluarga atau tetangganya untuk sementara waktu ketimbang di lokasi indekos tersebut.
"Saya sementara tinggal di tetangga, soalnya tempatnya kecil banget. Ada juga warga yang tingga di sekolah sekitar, ad ayang ke rumah saudaranya. Kami minta ini jadi perhatian pemerintah juga," ujarnya.
Selain itu, pihaknya mempertanyakan eksekusi lahan yang terkesan mendadak tanpa adanya dialog dengan warga terlebih dahulu. Sebab, sambung dia, selama ini dari pihak yang mengaku pemilik lahan hanya mengirimkan surat pemberitahuan rencana eksekusi tersebut. "Kalau mau eksekusi harusnya ada dialog dulu dengan warga, tidak bisa langsung eksekusi aja. Rencana ini sudah dari tahun 2014, tapi yang dateng cuma surat aja," ucap Tutun.
Foto: Mukhlis Dinillah |
"Saya cuma dikasih tinggal sementara di kos-kosan kecil, enggak cukup kalau buat keluarga. Jadi sementara saya tinggal di kantor PKS dekat sini sambil nyari tempat tinggal lain yang lebih layak," kata dia.
Dia menuturkan saat eksekusi belum ada kejelasan mengenai ganti rugi apabila nantinya rumahnya harus dihancurkan. Sehingga, pihaknya hingga saat ini masih was-was mengenai nasib kedepan rumah yang sudah ditinggalinya selama enam tahun terakhir ini. "Kami di sini beli tanahnya, bayar juga tiap bulan. Setidaknya harus ada kompensasi. Kami enggak tau kalau sampai kayak gini," ujar Jumawi.
Sengketa ini bermula ketika pihak atas nama Djadja mengaku sebagai pemilik lahan seluas 4.240 meter persegi tersebut. Hal itu terbukti setelah inkrah di Mahkamah Agung. Sebagai pemilik, Djadja ingin mengambil alih lahan tersebut dari warga.
Namun, belum lama ini ada pihak lain atas nama Neneng Sastramidjadja yang juga mengaku sebagai pemilik lahan sebelum jatuh ke tangan Djadja. Terlebih data leter C masih atas namanya. Sehingga Neneng mengaku belum pernah menjualnya kepada orang tua Djadja saat itu.
Saat ini sengketa keduanya tengah disidangkan di PN Bandung dengan nomor perkara 388/g.pdt/2016 PN Bandung. Tengah perjalanan, juru sita sudah meminta warga mengosongkan rumahnya namun masih ditangguhkan untuk pembongkaran hingga waktu yang belum ditentukan.
Berdasarkan pantaun detikcom, tidak ada aktivitas warga di lahan sengketa tersebut. Sebab, juru sita PN Bandung mengisolasi tempat tersebut menggunakan kayu dan seng. Warga dilarang memasuki tempat tersebut hingga sengketa selesai. (bbn/bbn)












































Foto: Mukhlis Dinillah