Angka fantastis tersebut terungkap dalam sidang perdana terdakwa Ojang yang dipimpin Longser Sormin di ruang satu Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (31/8/2016).
Berkas sidang perkara Ojang cukup tebal, sebanyak 48 halaman, dengan empat dakwaan berbeda. Tim JPU KPK yang dipimpin Fitroh Rohcahyanto membacakan dakwaan secara bergiliran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam paparannya, JPU menyebutkan perbuatan terdakwa Ojang Sohandi dan Jajang Abdul Kholik, serta Lenih Marliani (berkas terpisah dituntut 3 tahun) pada 31 Maret dan 11 April 2016 memberi hadiah atau janji berupa uang sejumlah Rp 100 juta pada 31 Maret 2016 dan Rp 100 juta pada 11 April 2016 kepada Jaksa Kejati Fahri Nurmallo dan Deviyanti Rochaeni.
"Mengingat Fahri Nurmallo dan Deviyanti Rochaeni adalah jaksa yang ditunjuk sebagai JPU untuk menyelesaikan perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran dalam pengelolaan dan kapitasi pada program jaminan kesehatan nasional tahun anggaran 2014 di Dinkes Subang dengan tersangka Jajang Abdul Holik selaku Kabid Pelayanan kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Subang," ujar jaksa.
Tidak hanya itu, dalam dakwaan disebutkan pada periode 1 Oktober 2012 hingga 9 April 2016 di rumah dinas, di kantor Bupati Subang, dan beberapa tempat lainnya, Ojang telah menerima uang atau barang yang diduga sebagai gratifikasi atau suap.
Di antaranya yakni menerima Rp 6, 190 miliar dari Kabid Pengadaan dan Pengembangan Pegawai BKD Heri Tantan Sumaryana, satu unit Mobil jeep dan uang tunai Rp 190 juta dari Plt Kadinkes Subang Elita Budiarti, Rp 1,35 miliar dari Kadisdik Subang Engkus Kusdinar dan Kabid pendidikan menengah dan kehujuruan Heri Sopandi, Rp 1,150 miliar dari mantas Kadis Binamarga dan pengariran Subang H Umar, serta uang tunai Rp 9,590 miliar melalui ajudannya, Rp 17,600 miliar melalui Direktur BPR Subang dan Rp 420 juta melalui Wakil Ketua I DPRD Subang.
"Ojang menerima uang tersebut selama periode 2012-2013, dan 2013-2018. Totalnya terdakwa menerima Rp 38.293 miliar," ucap jaksa.
Dalam dakwaan ditegaskan bahwa sebagai seorang Bupati seharusnya Ojang tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Apalagi semua pemberian itu berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai kepala daerah.
Ojang juga melakukan kegiatan yang merupakan hasil tidak pidan pencucian uang. Yakni membelanjaka atau membayarka sejumlah uang seluruhnya senilai Rp 60,323 miliar pada kurun waktu Oktober 2011 sampai April 2016.
"Terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, berupa perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surah berharaga atau bperbuatan laian atas harta kekayaan, yakni membelanjakan atau membayarkan sejumlah uang seluruhnya Rp 60.323.796.000. Itu patut diduga merupakan hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU)," beber Jaksa.
Terdakwa beberapa kali membelanjakan uang tersebut dengan membeli tanah, kendaraan dengan nama orang lain, serta membiaya kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan oleh terdakwa.
![]() |
"Ancamanya maksimal 20 tahun penjara," kata jaksa.
Selama jalannya persidangan, Ojang menatap tajam JPU KPK yang membacakan berkas secara bergiliran. Ojang hadir menggunakan kemeja putih tangan panjang dan celana hitam.
Atas dakwaan tersebut, Ojang dan tim kuasa hukumnya tidak mengajukan eksepsi. Sidang dilanjutkan pekan depan, pada 7 September 2016 dengan agenda penuturan saksi. (avi/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini