Deddy menyebut tidak mudah mempertahankan kemenangan jika ternyata pihak tergugat melanjutkan tahapan proses hukum dengan mengajukan banding. Sebab berdasarkan pengalaman, sambung dia, tergugat justru merebut kemenangan saat tingkat banding.
"Biasanya kalau banding (diajukan tergugat) suka kalah. Ya yang sudah-sudah begitu," ucap Deddy kepada wartawan di rumah dinasnya, Jalan Djuanda (Dago), Kota Bandung, Rabu (25/5/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan Deddy tesebut bukan tanpa alasan. Dia mencontohkan soal PT Kahatex yang lolos dari jeratan pidana lantaran Pengadilan Tinggi Bandung menggunakan alibi putusan Mahkamah Konstitusi yang telah menghapus UU Sumber Daya Air.
Beberapa waktu lalu pihak Pemprov Jabar kalah di tingkat banding oleh PT Kahatex berkaitan kasus pembangunan jembatan di atas Saluran Sungai Cikijing di area pabrik yang dianggap ilegal sehingga diduga mengakibatkan banjir di ruas Jalan Raya Rancaekek. Padahal saat perkara bergulir PN Bandung, pada 5 Februari 2015, PN Sumedang menyatakan PT Kahatex bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada sumber daya air tanpa izin dari pemerintah dan dikenakan denda Rp 500 juta. Vonis tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa.
"Sepadan sungai itu ditutup tapi jadi benar kan enggak masuk akal," ucap Deddy menanggapi kekalahan oleh PT Kahatex.
Meski begitu, Deddy tetap menggelorakan perlawanan terhadap para penjahat lingkungan yang telah merusak kelestarian alam di tatar Jabar. "Teruslah melawan dan berjuang. Ya karena masih banyak orang baik dan jujur di institusi penegak hukum," kata Deddy. (bbn/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini