Sengketa ditangani BPSK Kota Bandung ini merupakan buntut pengaduan dari Rini Tresna Sari (46) yang melaporkan produsen produk susu sapi tersebut, lantaran anak perempuannya berusia tujuh tahun mengalami dugaan keracunan usai minum susu cair kemasan kotak, yang berisi benda asing menyerupai sepasang kaki katak.
Baca juga: Anak di Bandung Diduga Keracunan Susu Kemasan Berisi Benda Mirip Kaki Katak
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari ini sesuai panggilan sidang, kita acaranya cuma prasidang. Tujuan prasidang ialah untuk menentukan metode penyelesaian sengketa konsumen yang menurut Undang-Undang itu harus berdasarkan kesepakatan para pihak," ucap anggota BPSK Kota Bandung Johanes Sitepu yang memimpin jalannya prasidang.
Proses prasidang tersebut tertutup bagi wartawan. Acara ini berlangsung sekitar 40 menit atau mulai pukul 14.00 WIB.
Hasil prasidang, menurut Johanes, kedua pihak menyepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase. "Arbitrase itu metode penyelesaian sengketa konsumen. Di sana majelis arbitrase punya kewenangan mengambil alih untuk mempertimbangkan dan memberikan keputusan kalau pun tetap diupayakan musyawarah perdamaian semaksimal mungkin," ujar Johanes.
Dia menambahkan, kedua pihak bersengketa tersebut dijadwalkan untuk menghadiri sidang pada Senin 7 Maret 2016. "Minggu depan agendanya sidang perdana," kata Johanes singkat.
Sebelumnya Rini bersama HLKI Jawa Barat-Barat, pada pekan lalu, menyambangi BPSK Kota Bandung lantaran sebagai konsumen merasa dirugikan pihak PT ULTJ.
"Agendanya tadi hanya mempertemukan (dengan produsen) saja," ucapnya.
Dia menyebut setelah anaknya diduga keracunan susu sapi rasa cokelat yang di dalam kemasan kotak ada benda asing mirip sepasang kaki katak, komunikasi dengan pihak produsen memang terjalin. Namun komunikasi kedua pihak tidak menemukan solusi atau nihil kesepakatan sehingga Rini mengadukan PT ULTJ ke BPSK Kota Bandung.
"Banyak hal belum disepakati. Adalah lah nanti. Tapi yang terutama sih memang tanggung jawab dari sisi produsennya yang sampai sekarang belum ada," ucap Rini singkat.
Kuasa Hukum PT ULTJ Sonny Lunardi menjelaskan saat prasidang tersebut pihak konsumen atau Rini menginginkan penyelesaian sengketa secara arbitrase. "Ya kami menghormati keinginan pihak konsumen," ucap Sonny.
Dia menegaskan, PT ULTJ selaku pelaku usaha bukan tidak mau bertanggung jawab terhadap konsumen. "Hanya dalam hal ini terdapat perbedaan persepsi tentang biaya ganti rugi. PT ULTJ sebagai perusahaan tentunya dalam penyelesaian ganti rugi ini patuh kepada peraturan perundang-undangan dengan mengacu Pasal 19," ujar Sonny.
Namun begitu, sambung dia, PT ULTJ menilai tuntutan pihak konsumen tidak didukung data analisis dari dokter rumah sakit. Dia menyebut belum adanya titik temu soal penyelesaian sengketa ini karena konsumen meminta ganti rugi yang nominalnya dianggap PT ULTJ tidak sesuai dengan biaya perawatan.
"Sesuai peraturan, pelaku usaha hanya mengganti biaya perawatan (selama konsumen dirawat di rumah sakit). Biaya perawatan konsumen di RS Advent itu lebih Rp 13 juta, sebenarnya itu yang siap kami ganti. Tapi belum ada kesepakatan karena pihak konsumen belum mau menerima," tutur Sonny.
Rencananya besok pihak Ultra Jaya akan menggelar jumpa pers untuk menjelaskan kasus ini. (bbn/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini