Pernyataan tersebut dibacakan Ketua Pansus 10 DPRD Kota Bandung Entang Suryaman dalam Rapat Paripurna yang digelar di Gedung DPRD Kota Bandung, Rabu (10/2/2016) sore.
Dalam laporannya, Entang menyebut salah satu syarat dilaksanakannya jalan berbayar salah satunya yakni tersedianya jaringan dan pelayanan angkutan umum massal dalam trayek yang harus memenuhi standar pelayanan. Landasan aturannya yakni Peraturan Pemerintah No 97 Tahun 2012 tentang kriteria retribusi pengendalian lalu lintas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, lanjut Entang, dalam Raperda yang diajukan tidak tercantum ruas jalan mana saja yang akan diterapkan ERP.
"Ruas jalan berbayar harus dicantumkan dalam Perda. Pansus melihat dalam Raperda yang diajukan tidak tercantum ruas-ruas jalan mana saja yang akan menggunakan ERP," tambahnya.
Ditemui usai Rapat Paripurna, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengungkapkan pihaknya tidakย kecewa atas batalnya penerapan ERP di Jalan Pasteur.
"Karena jalan sumber masalah itu ternyata Jalan Nasional. Jadi antara niat dengan aturan belum memungkinkan. Karena kan retribusi itu nantinya ke PAD, sementara itu jalan nasional," jelas pria yang akrab disapa Emil itu.
Menurut Emil, penerapan retribusi bukan hal yang utama. Yang terpenting bagaimana masyarakat yang datang ke Kota Bandung tidak menumpuk ke pintu Tol Pasteur.
"Tujuannya kan bukan keren-kerenan, tapi ada problem yang ingin diselesaian. Saya pelanggan Tol Moh Toha, kenapa orang-orang maunya ke Pasteur terus?" kata Emil.
Untuk itu siasat lain yang digunakan Pemkot Bandung untuk mengurai kemacetan di kawasan Pasteur yakni menghadirkan transportasi massal yang mumpuni.
"Tunggu LRT dan cable car. Tapi saya juga mau cek ke pusat solusinya seperti apa," tandasnya. (avn/ern)