Nisan Elisabeth, begitu warga menyebutnya. Sebelum dievakuasi ke kantor Kelurahan Pasirkaliki, Kota Bandung, nisan peninggalan Belanda berusia 112 tahun yang pernah dipakai warga setempat untuk aktivitas mencuci ini menjadi buruan pecinta batu mulia. Benda berupa batu itu dibidik miliaran rupiah.
"Waktu itu kan lagi ramai-ramainya demam batu akik dan mulia. Kata warga yang tinggal di dekat lokasi keberadaan nisan Elisabeth, pernah ada orang yang menawar nisan itu senilai satu miliar rupiah," ucap Lurah Pasirkaliki Cecep Rohmat Soleh di kantornya, Senin (7/9/2015).
Nisan Elisabeth awalnya berada tengah-tengah permukiman penduduk di Jalan H. Mesri, RT 10 RW 6, Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. Letak tepatnya di area kosong dikelilingi seng dekat mata air Ci Guriang. Nisan berbentuk persegi panjang ini posisinya tidur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga kini belum jelas apakah bahan nisan itu termasuk batu mulia atau bukan. Cecep mengaku tidak mengetahui jenis batu yang membalut nisan tersebut.
"Nisan Elisabeth ini diamankan ke kantor kelurahan. Tanpa disengaja, waktu itu disenderkan ke tiang pelang, tiba-tiba nisan itu jatuh sendiri dan terbelah menjadi tiga. Kalau batu jenis marmer dan mulia kan kuat serta keras ya," ujar Cecep.
Menurut Cecep, pada Mei 2015 itu salah satu koran terbesar di Jawa Barat memberitakan keberadaan nisan Elisabeth. Sehari setelah muncul di koran, aparat Kecamatan Cicendo turun tangan dengan tujuan untuk menyelamatkan. "Awalnya disangka prasasti bernilai sejarah. Tapi benda itu hanyalah nisan biasa, sama seperti nisan-nisan peninggalan Belanda lainnya," ucap Cecep.
Sosok Elisabeth masih menjadi misteri. Namun dari informasi yang disampaikan beberapa netizen, Elisabeth merupakan istri dari D.W. Hinse J.Hz, arsitek Belanda yang datang ke Hindia Belanda pada November 1902. Hinse disebut-sebut sebagai arsitek yang memimpin pembangunan Gedung Het Hoofdkantoor van de Nederlandsch-indische Spoorweg Maatschappij (NIS) atau Kantor Pusat Perusahaan Kereta Api Swasta di Semarang. Gedung tersebut selesai dibangun pada 1907. Saat ini masyarakat Semarang mengenal bangunan itu sebagai Gedung Lawang Sewu. (bbn/try)











































