Sejak usia dua tahun atau bertepatan Guntur mengalami kelumpuhan, ibunya yaitu Nurhayati meninggal karena sakit paru-paru. Tak lama atau setelah tujuh hari Nurhayati berpulang, sang ayah yakni Dadan tiba-tiba tanpa alasan pergi dari rumah. Hingga kini ayah Guntur tersebut belum diketahui keberadannya.
Guntur anak semata wayang pasangan Nurhayati dan Dadan. "Setelah itu, Guntur diurus kakek dan neneknya," ucap Kokom (59) di kediamannya, Jalan Budi (Gang Budi V), RT 4 RW 3, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, Jumat (6/2/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini di rumah sederhana tersebut, Guntur ditemani Kokom yang tak lain saudara dari neneknya. "Karunya (kasihan). Ieu budak meni soleh , teu rewel (ini anaknya saleh, enggak rewel)," kata Kokom berbahasa Sunda.
Kokom yang tidak memiliki pekerjaan ini tetap setia merawat Guntur. Di rumah itu ada tiga saudara Kokom yang turut memerhatikan penuh keseharian Guntur. Warga sekitar juga ikut peduli.
"Waktu itu ibunya, sebelum meninggal, bilang ke saya agar merawat Guntur," ujar Kokom.
Guntur lahir normal dengan bobot 2,7 kilogram yang proses persalinannya dibantu oleh seorang bidan setempat. Gejala gangguan kesehatan mulai dirasakan Guntur saat menginjak usia dua tahun. "Waktu itu Guntur panas. Terus kejang-kejang. Sempat diterapi ke Rumah Sakit Hasan Sadikin. Setelah itu Guntur enggak bisa jalan dan bicara," ucap Kokom.
Guntur pernah diboyong ke dokter di Rumah Sakit Hasan Sadikin. Kokom tidak mengetahui pasti penyakit diderita Guntur. Namun begitu, menurut Kokom, pihak dokter pernah menyebut kalau Guntur mengalami masalah cairan otak. "Saya enggak tahu apakah dulu itu kepala Guntur terbentur atau tidak," tutur Kokom.
(bbn/try)