Ini Halte dan Trotoar Ide Ridwan Kamil yang Dinilai Diskriminatif

Ini Halte dan Trotoar Ide Ridwan Kamil yang Dinilai Diskriminatif

- detikNews
Jumat, 16 Jan 2015 12:06 WIB
Bandung - Walikota Bandung Ridwan Kamil dipetisi oleh warga disabilitas. Mereka memprotes desain halte bus dan juga material trotoar di Jalan LRE Martadinata (Riau) yang diganti granit. Mereka menilai proyek fasilitas publik itu diskriminasi. Ini penampakan halte dan trotoar yang mereka protes.

Sebanyak delapan halte bus Trans Metro Bandung (TMB) untuk koridor IV trayek Leuwipanjang-Antapani sudah berdiri. Bangunan halte unik itu desainnya mirip bentuk kapsul. Ide ini dicetuskan oleh Emil, panggilan akrab Wali Kota Bandung Ridwan Kamil.

Halte 'kapsul' itu berdiri di Jalan BKR, Jalan Pelajar Pejuang 45, Jalan Sukabumi, Terminal Leuwi Panjang dan Terminal Antapani. Halte tersebut tersedia tangga di sudut kiri dan kanan sebagai akses masuk penumpang ke ruang tunggu, bagian tengah ada pintu yang langsung menghubungkan ke pintu bus. Atap melingkar menutup bangunan halte yang menjadikan penumpang tidak kehujanan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan akses masuk dengan tangga, halte itu memang tidak bisa dilalui oleh orang yang menggunakan kursi roda. Untuk yang menggunakan tongkat pun, akan kesulitan.

Sementara itu proyek perbaikan trotoar di Jalan LRE Martadinata hingga kini masih belum selesai. Pengembang wanprestasi. Emil mengganti material trotoar yang awalnya grass block diganti dengan granit. Sejumlah warga juga sempat mengeluh soal licinnya trotoar saat hujan turun. Meskipun, Emil beberapa kali meyakinkan bahwa material granit trotoar itu tidak licin.

"Yang membahayakan jika terkena air, bukan hanya bagi warga disabilitas tapi bagi semua warga kota Bandung," ujar Yuyun Yuningsih, penggagas petisi online terhadap wali kota. Yuyun merupakan Direktur Bandung Independent Living Center (BILiC). Ia juga merupakan penyandang disabilitas yang sehari-hari harus menggunakan tongkat untuk berjalan.

"Kami mengamati desain yang Kang Emil ciptakan, bukan berawal dari fungsi dan manfaat yang tentunya akan berpengaruh pada biaya. Mengapa harus mendesain halte yang nyentrik? Sadarkah desain yang Kang Emil ciptakan itu adalah mendiskriminasi warga terutama penyandang disabilitas," tulis Yuyun.

Petisi yang dimuat dalam situs change.org itu baru dibuat Rabu (14/1/2015). Hingga pagi ini, Jumat (15/1/2015), sudah terkumpul 377 orang dari target 500 orang yang menandatangani petisi.


(ern/ern)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads