Angka Trafficking di Jabar Tinggi, Advokat Harus Kawal Hak Korban

Angka Trafficking di Jabar Tinggi, Advokat Harus Kawal Hak Korban

- detikNews
Jumat, 21 Nov 2014 13:08 WIB
Bandung -

Kasus perdagangan orang di Indonesia berdasarkan data yang dihimpun IOM (International Organization for Migration) hingga Desember 2013 tercatat ada sebanyak 6.882 korban. Di mana 2.129 atau 33 persen di antaranya korban berasal dari Jabar.

Melihat fenomena ini, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menyelenggarakan pelatihan untuk para advokatnya dengan tujuan mempersiapkan dan meningkatkan kapasitas advokat dalam menangani perkara tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Hingga Desember 2013, ada sebanyak 6.882 korban TPPO. Dari jumlah tersebut, 82 persen adalah perempuan yang telah diperdagangkan di dalam dan luar negeri untuk dieksploitasi tenaga dan seksual," ujar Fauzi Yusuf Hasibuan dari Dewan Pimpinan Nasional Peradi saat membuka Pelatihan Penegakkan Hukum dan Perlindungan Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang bagi Anggota Peradi di Hotel Haris Bandung, Jalan Peta, Jumat (21/11/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melihat angka yang fantastis tersebut, Peradi memandang perlunya para anggota Peradi dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman terkait TPPO.

"Kejahatan perdagangan manusia ini sangat sinergis dan lintas sektoral," katanya.

Dijelaskan Rivai Kusumanegara, Ketua Pusat Bantuan Hukum Peradi peningkatan kapasitas advokat dilakukan supaya bisa memberikan pelayanan yang maksimal bagi para korban TPPO khususnya di Jabar yang angka TPPO-nya cukup tinggi.

"Angka kasus TPPO yang tinggi ini membuat kami merasa perlu melakukan pelatihan di Jabar. Nantinya kami akan melakukan pelatihan seperti ini keliling untuk daerah rawan," katanya.

Advokat Peradi diharapkan nantinya mendampingi korban dan pemenuhan hak-hak korban yang selama ini kurang maksimal.

"Advokat bisa mengupayakan pendampingan korban hak korban, seperti hak restitusi atau hukuman ganti kerugian pelaku ke korban. Karena korban perbudakan biasanya ada hak-hak yang tidak dipenuhi. Jangan hanya sanksi pidana dan denda, namun harus ada restitusi sebagaimana diatur dalam UU TPPO," jelas Rivai.

Ia menuturkan selama ini pemberantasan TPPO masih belum maksimal karena masih belum terbangunnya persepsi yang sama di aparat penegak hukum untuk penerapan UU No 21 Tahun 2007 tentang TPPO.

"Karena itu, advokat yang melakukan pendampingan terhadap korban harus bisa memberikan penjelasan pada aparat tentang UU TPPO. Karena saat ini sering saat kita akan melapor, aparat masih banyak yang belum paham dan mengerti," tuturnya.

Ada sekitar 50 orang advokat yang mengikuti pelatihan yang diselenggarakan selama 2 hari hingga Sabtu (22/11/2014) besok. Materi yang akan diberikan yaitu mulai dari data fakta TPPO, praktik-praktik TPPO, modus, jalur, faktor penyebab dan dampak, hingga bagaimana penerapan UU TPPO.

(tya/ern)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads