Dalam nota pembelaan Endy yang disampaikan lewat kuasa hukumnya, ia mengatakan bahwa ayahnya itu dibawa ke klinik karena ditelepon dan dimintai tolong ibunya yang mengatakan bahwa Yudi berperilaku aneh dengan mengunci kamar.
"Ayahnya pernah mengalami depresi berat dan hampir bunuh diri," ujar Rony Yosua saat membacakan pledoi di ruang 2 PN Bandung, Jalan LRE Martadinata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan keterangan saksi, juga tidak ada bukti bahwa terdakwa melakukan paksaan terhadap ayahnya itu. Karena itu kuasa hukum tidak sependapat dengan JPU yang menyatakan ada ucapan-ucapan paksaan dan menakut-nakuti sebelum Yudi dibawa.
"Fakta di persidangan tidak terbukti ada ucapan tersebut. Yudi mau diajak secara baik-baik, tidak ada mengekang kebebasan. Untuk mengetahui kondisi kesehatan jiwa perlu tidak dilakukan perawatan dengan observasi, itu kehendak dokter yang memiliki otoritas kompetensi sebagai dokter spesialis kejiwaan," tuturnya.
Namun JPU menurut kuasa hukum mencoba menghubungkan dibawanya Yudi ke klinik sebagai upaya kesengajaan supaya leluasa melakukan penjualan tanah. Padahal tanah tersebut merupakan milik terdakwa yang berhak dijual tanpa seizin Yudi.
"Uraian itu hanya asumsi imajiner JPU dan bukan fakta hukum. Rumah (di hegarmanah) itu milik dan atasnama terdakwa sehingga bisa tanpa perlu persetujuan Yudi," katanya.
Endy membawa Yudi ke klinik, dikatakan kuasa hukum, murni karena kasih sayang pada ayahnya.
"Kalau mengalami gangguan jiwa adalah kewajiban untuk merawat. Kalau memang tidak mengalami gangguan jiwa ya itu adalah harapan keluarga. Keluarga mana yang ingin ada anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa," tuturnya.
Karena itu, Endy pun memita majelis hakim untuk menyatakan Endy tidak terbukti sebagaimana dakwaan JPU dan membebaskan dirinya dari segala tuntutan hukum.
"Memulihkan hak-hak terdakwa dan mengembalikan harkat martabatnya seperti semula," katanya.
(tya/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini