Dalam uraiannya, tim kuasa hukum menjelaskan bahwa pidana mati, seperti yang diancam JPU dalam tuntutannya kepada Wawan dianggap bertentangan dengan TAP MPR No XVII tahun 1998, UU No 12 Tahun 2005, Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 28 UUD 1945.
"Hak hidup adalah hak dasar manusia sehingga hukuman mati merupakan bentuk pelanggaran HAM," ujar Dadang Sukmawijaya, kuasa hukum Wawan dan Ade dalam sidang di ruang VI Pengadilan Negeri Bandung Jalan LRE Martadinata, Senin (17/3/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada batas-batas kemampuan manusia dimana terdakwa Wawan sendiri memiliki keterbatasan kemampuan untuk menarik suatu benda," katanya. Apalagi Wawan bukan berkapasitas sebagai atlet atau binaragawan.
Begitu juga kemampuan manusia memegang benda yang hanya seberat 4,5 kilogram saja. "Sangat janggal kalau terdakwa Wawan memiliki kemampuan menarik menyeret korban Sisca yang memiliki ukuran berat badan 45 kilogram sejauh kurang lebih 200 meter," tuturnya.
Namun kuasa hukum menyatakan, unsur melakukan unsur pidana penjambretan memang terpenuhi, sehingga tak mungkin meminta Wawan dbebaskan. Namun ia meminta supaya majelis hakim bisa memberikan putusan yang seadil-adilnya.
"Tidak ada unsur perencanaan. Dari awal tujuannya menjambret. Tidak ada niat untuk menghilangkan nyawa orang lain," katanya.
Sementara untuk Ade, kuasa hukum meminta supaya keponakan Wawan itu dibebaskan karena dalam melakukan aksinya, Ade dipaksa Wawan. "Dimohonkan agar majelis hakim dalam amar putusannya Ade dibebaskan dari segala dakwaan," tutur Dadang.
Pembelaan Wawan dan Ade tersebut akan ditanggapi oleh Jaksa Penuntut Umum pada Selasa (18/3/2014) besok.
(tya/ern)











































