Gara-gara ngetweet hasil pertemuan dengan pihak kampus, Mahasiswa Telkom University Muhammad Maulana Riswandha diskorsing. Mahasiswa Teknik Fisika angkatan 2010 itu dinilai telah mencemarkan nama baik kampus.
Kasus ini berawal pada 6 November 2013 lalu, dilakukan pertemuan empat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) fakultas dengan dewan pembina Yayasan pendidikan Telkom (YPT). Saat itu Maulana Riswandha yang akrab dipanggil Ican ini Wapres Bem IT Telkom. Sementara per 9 Januari, Ican merupakan Presiden Mahasiswa (Presma) Telkom University.
Setelah pertemuan itu, Ican melalui akun Twitternya kultweet terkait hasil audiensi tersebut. Ada sekitar 26 tweet. "Tertulisnya 27, tapi itu nomor 21-nya enggak ada," saat berbincang dengan detikcom, Rabu malam (19/2/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian hal-hal yang merupakan intisari dari pertemuan dengan salahsatu dewan pembina YPT itu, ia tweet dan mentiion ke @bem_itt, agar mahasiswa tahu perkembangannya.
"Isinya sangat normatif. Posisi saya saat itu wakil ketua BEM, sebelum saya tweet saya bikin draft dulu dan komunikasikan dengan tiga teman Teknik lainnya yang ikut pertemuan, bener ga kesimpulannya gini," tuturnya.
Namun ternyata kicauannya itu dipermasalahkan oleh Yayasan, terutama empat poin, dimana isinya merasa Yayasan Otoriter, dan usulan untuk mengevaluasi dan mengaudit semua jajaran yang ada di Yayasan.
"Itu interpretasi saya saat pertemuan. Saat itu saya memang tidak merekam dan tidak ada notulen," akunya. Beberapa hari setelah menuliskan itu, ada alumni yang menfasilitasi pertemuan mengatakan tweetnya menjadi masalah.
"Alumni meminta untuk menghapusnya karena katanya menjadi ramai. Saya menghargainya, tweet itu saya hapus. Tapi rupanya dari pihak kampus sudah ada yang menyimpannya," tuturnya.
Kemudian Ican dipanggil dan menjalani sidang disiplin. Ican mengaku saat itu dia merasa ditekan karena dihadapkan dua pilihan yaitu membuat surat pernyataan maaf dengan sepengetahuan orangtuanya atau orangtuanya dipanggil. Ia pun diancam kena skorsing.
"Saya saat itu memilih membuat surat permintaan maaf. Saya tak mau melibatkan orangtua. Saat itu saya juga menangis, tapi bukan karena mengakui tweet saya semua salah. Ada wakil rekor yang dekat dengan saya saat sidang, yang membuat saya sedih," tutur mahasiswa yang IPK-nya rata-rata 3,5 ini.
Saat itu Ican mengaku menandatangani BAP, di mana masih banyak poin-poin yang kosong.
Kemudian keesokan harinya, Ican pun membuat suat pernyataan maaf dengan redaksional yang ia tulis sendiri dan menyerahkannnya ke Wakil Rektor IV. Namun surat itu ditolak.
"Saya disuruh menandatangani surat pernyataan maaf dengan redaksional mereka. Di sana tertulis kalau seluruh tweet saya tidak benar. Saya juga harus siap terima konsekuensi hukum apabila perbuatan sejenis terulang. Kalimat ini sungguh mengekang," jelasnya.
Saat itu, ia membawa surat itu untuk dipertimbangkan dulu. Namun ternyata pihak kampus menyurati orangtuanya. Di mana kasus yang dituduhnya menjadi melebar. Ia dituduh menjadi penggerak aksi demo ormas ke kampus dan juga dianggap melecehkan agama karena saat demo melakukan salat jenazah.
"Saat ormas itu demo saya sedang berada di rumah saya di Depok, karena itu minggu tenang. Yang melakukan salat jenazah itu bukan saya, tapi kok fotonya dikirim ke orangtua saya. Lah yang motret justru saya," katanya.
Karena surat ke orangtua itulah, kata Ican, ia akhirnya memutuskan menolak menandatangani surat permintaan maaf versi universitas. Kemudian ia mengirim SMS ke Warek IV.
"Warek IV membalasnya ya sudah kamu diskorsing tiga bulan atau 6 bulan. Itu tanggal 12 Desember 2013. Saya tidak membalasnya lagi," katanya. Setelah itu tidak ada perkembangan apa-apa.
Setelah ia dilantik jadi Presma pada 6 Januari, Ican pun menyampaikan klarifikasi yang ditujukan pada yayasan dan juga rektor soal alasan kenapa ia tak mau menandatagani surat permohonan maaf versi universitas.
Namun 24 Januari ia langsung menerima SK skorsing. "Anehnya SK skorsing itu. NIM saya salah, tahunnya juga salah. Untuk SK sepenting itu aneh rasanya kalau salah," ujarnya.
Lalu pada 4 Februari, datang SK revisi. Hal yang paling disayangkan Ican, dalam SK itu tidak ditulis bahwa ia bisa banding. "Setelah saya ubek-ubek buku akademik, di sana jelas tertulis kita bisa banding 14 hari setelah SK skorsing turun. Saya menerima SK 4 Februari," sesalnya yang mengaku baru tahu soal banding Senin kemarin.
Dengan skorsing 3 bulan, Ican yang kini tugas akhir tak bisa menamatkan kuliahnya sesuai jadwal. Ia harus mengambil semester depan. "Saya tinggal tugas akhir, di mana kalau di Teknik, meski sudah tugas akhir, kehadiran tetap minimal harus 75 persen," ujarnya.
Memprotes kebijakan kampusnya, sejak Senin kemarin Ican melakukan aksi sendirian di depan kampus. Ia melakban mulutnya. Kasus ini menjadi ramai di social media. Pihak universitas pun sudah melakukan bantahannnya dan menuduh Ican memutarbalikan fakta. (ern/ern)