Sewaktu penyusunan dakwaan, JPU tidak hanya fokus kepada keterangan saksi. Tapi berdasarkan bukti dan hasil visum korban. "Masih terlalu prematur jika penasihat hukum menyimpulkan isi dakwaan. Terlalu cepat juga mengambil kesimpulan bersasarkan asumsinya sendiri, sehingga sumir. Terlalu dini hanya menilai dari BAP, sebelum diuji di persidangan," kata JPU Rinaldi Umar di ruang sidang VI Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan Martadinata, Kamis (12/12/2013).
Jaksa mendakwa Wawan dan Ade dengan dakwaan kumulatif di mana untuk dakwaan kesatu mereka diancam dengan Pasal 365 ayat (2) ke-2e dan ayat (4) KUHP. Untuk dakwaan kedua primair, keduanya diancam dengan Pasal 339 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP serta dakwaan kedua subsidair sebagaimana dalam Pasal 338 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengacara kedua terdakwa mempertanyakan kenapa JPU memunculkan ayat (2) ke-2e dalam Pasal 365 KUH Pidana, lalu menambah dakwaan dengan Pasal 339 KUH Pidana jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUH Pidana, serta dakwaan kedua subsidair sebagaimana dalam Pasal 338 KUH Pidana jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUH Pidana. Pengacara memprotesnya lantaran Pasal 339 dan Pasal 55 KUH Pidana itu sebelumnya tidak ada dalam penyidikan di kepolisian.
Dalam berkas tanggapan eksepsi, tim JPU menyebutkan, sewaktu menetapkan dakwaan, pihaknya sudah sesuai dengan Pasal 143 ayat 2 huruf b yang menyebutkan siapa pelaku, di mana tempat kejadian, waktu dan kejadiannya. Selain itu, kata Rinaldi, terdakwa saat mendegarkan dakwaan yang dibacakan mengerti dan memahaminya.
"Surat dakwaan terbukti dibuat secara cermat, jelas dan lengkap. Terdakwa juga sangat memahami dan mengerti. Sehingga itu sesuai dengan Pasal 143 ayat 2 huruf b," beber Rinaldi usai persidangan.
Soal sikap penasihat hukum yang keberatan soal penambahan pasal, Rinaldi punya jawabannya. "Penambahan pasal yang diterapkan itu kewenangan penutut umum. Kami mempunyai kebebasan dan merdeka dalam penuntutan yang tidak terpengaruh siapapun," tutur Rinaldi.
Rinaldi menegaskan, penambahan pasal itu bukan suatu masalah yang mesti dipolemikan. Karena, sambung dia, penetapan isi dakwaan itu merupakan kewenangan JPU, selagi hal itu tidak menyimpang dari BAP penyidik.
"Kalau saya mendakwa 340 (pembunuhan berencana), saya gak berani karena itu tidak berdasarkan fakta penyidikan. Tapi sekarang 'kan ada orang mati, barang hilang maka itu ada dua kemungkinan," jelasnya.
Dua kemungkinan dimaksud Rinaldi yaitu orang mengambil barang-barang dan membunuh orang, serta membunuh orang dan mengambil barang. Berdasarkan kondisi tersebut, menurut Rinaldi, pasal 339 KUH Pidana yang diterapkan itu tidak salah, begitu juga saat penyidik kepolisian tidak menetapkan Pasal 339 KUH Pidana.
"Penyidik 'kan untuk penyitaan penggeledahan, pemeriksaan. Nah kalau kita untuk dipersidangan. Jadi seperti saya jelaskan ini ada orang mati dan barang hilang. Jadi pasal itu tidak menyimpang di penyidikan," bebernya.
Tim JPU memohon agar majelis hakim menolak eksepsi terdakwa dan kuasa hukumnya. Serta majelis hakim menerima dakwaan JPU karena telah memenuhi unsur formil dan materil.
Sidang dipimpin Parulian Lumban Toruan akhirnya ditunda. Sidang dilanjutkan pada Kamis 19 Desember 2013 dengan agenda putusan sela.
(bbn/try)