Nyaris tiba di ujung Jalan Cikutra, sebelum melewati Pasar Cicadas 2 atau eks supermarket Matahari, di sebelah kanan jalan, ada sebuah gang. Di mulut gang yang sedikit tertutup oleh becak ngetem tersebut, bertuliskan 'Kampung Akustik'.
Berjalan sekitar 50 meter, belum terlihat geliat dari 'Kampung Akustik'. Namun tak sampai 20 langkah kaki, setelah jembatan, mulai terlihat kampung ini memang bukan kampung biasa. Warga tampak sibuk mempersiapkan sesuatu, sejumlah penari merak sudah siap menyambut kedatangan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Kebetulan, hari ini ada kegiatan Festival Kampung Akustik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang pria memakai kursi roda menghampiri, rupanya ia adalah Penanggungjawab Kampung Akustik, namanya Guntur Afandi atau akrab disapa Abah Guntur oleh warga setempat.
Menurut Abah, penobatan kampung mereka sebagai 'Kampung Akustik' sudah dimulai sejak Oktober 2012 lalu. Namun memang sulit untuk akhirnya kampung ini hidup dengan label salah satu kampung kreatif dengan tema 'Kampung Akustik'.
"Waktu pertama, memang belum paham kemana arah kampung kreatif, tapi seiring waktu berjalan mereka sudah mengerti," kata Abah Guntur di lokasi, Minggu (8/12/2013).
Menurut Abah, saat ini warga memang sudah ada keberanian untuk melukis di tembok, juga untuk berkreasi di bidang lainnya.
"Sekarang malah warga yang bertanyan, ada program apa. Ya seiring berjalannya waktu, warga semakin antusias," terangnya.
Dinamai 'Kampung Akustik' karena dulunya warga di kampung ini memang berprofesi sebagai pengamen. Namun saat ini para pengamen tersebut sudah memiliki pekerjaan yang lain.
"Awalnya memang berhubungan dengan musik akustik, namun konotasinya sekarang bukan ke situ. Akustik itu kalau bahasa seniman kan suara alam," terang Abah.
Masuk lebih jauh ke dalam kampung ini, warga menyambut ramah. Mereka mulai berderet rapi di depan rumahnya sambil menunggu wali kota datang.
(avi/try)