Budaya Menggendong Anak yang Mulai Luntur

Pameran Kain Gendong

Budaya Menggendong Anak yang Mulai Luntur

- detikNews
Sabtu, 20 Apr 2013 18:25 WIB
Bandung - Pemandangan ibu menggendong anak bayinya dengan kain sepertinya menjadi pemandangan langka di masa modern seperti ini. Bayi-bayi saat ini lebih banyak digendong dengan gendongan yang praktis dan modern. Itu pun yang menggendong bukan ibu, melainkan pembantu atau babby sitter.

Sungguh disayangkan, padahal budaya menggendong bayi dengan kain ini memiliki filosofi yang sungguh luhur. Harapan terbaik untuk sang anak, kedekatan emosional hingga pembentukan karakter anak pun jika ditilik bisa jadi ada hubungannya dengan gendongan ibu. Benarkah?

Hal itu diungkapkan salah satu kolektor kain gendong, Elsie Soenarya saat ditemui disela-sela pameran Kain Gendongan di Balkon Gedung Merdeka. Pameran Kain Gendong ini dibuka sejak Jumat (19/4/2013) hingga Rabu (24/4/2013).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Motif kain gendong menyiratkan pengharapan ibu pada anaknya," ujar Elsie.

Ia menyebutkan, beberapa motif kain gendong yang biasa dipilih oleh para ibu jaman dulu, yaitu motif Merak dan Naga. Karena dari motif tersebut ada pengharapan anaknya akan menjadi anak yang cantik (perempuan) dan gagah (laki-laki). Atau motif bunga, burung dan ikan yang tak kalah memiliki harapan-harapan baik.

Tak hanya motif kain yang punya arti baik. Filosofi menggendong pun punya arti.

"Menggendong dengan kain itu membuat anak dekat dengan detak jantung ibunya. Secara emosi akan lebih dekat, hangat dan nyaman. Hubungan ibu dan anak makin erat. Ketika anak besar nanti akan punya rasa hormat pada ibunya," tuturnya.

Sementara saat ini, ibu-ibu khususnya wanita karir yang menyerahkan soal urusan anak pada babby sitter, sangat arang menggendong erat anaknya. "Kalau anak-anak sekarang kan jauh sama orang tuanya. Dari sisi etika beda," tambah Elsie.

Budaya menggendong anak di Indonesia disebut Elsi sudah ada sejak 1950-an. Lunturnya budaya menggendong ini menurutnya akibat perkembangan jaman sehingga para wanita lebih mementingkan kepraktisan. Pameran kain gendong ini menurut Elsie diharapkan bisa menjadi pengingat bagi para ibu untuk menggendong anaknya agar memiliki hubungan yang dekat.

Ketua Pameran Kain Gendongan Asia Afrika, Ika Bien Soebiantoro Wahyudi yang juga merupakan Dewan Pengurus Yayasan Batik Indonesia menuturkan, selain kain gendongan nusantara, pameran ini juga diisi dengan berbagai koleksi kain gendongan dari negara Asia Afrika lainnya. Seperti dari Suku Miao China, Thailand dan Kenya.

"Perempuan di China menyulam kain gendongannya sejak mereka hamil. Saat menyulam, mereka menyelipkan harapan pada anaknya kelak," kisahnya.

Berbagai bentuk dan cerita soal kain gendongan ini masih bisa dinikmati hingga Rabu (24/4/2013) mendatang mulai dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.


(tya/tya)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads