Keempat pria itu yakni Sokib (70), Konda (54), Casidin (47), dan Naskim (38). Sejak pukul 07.00 WIB, mereka menyambangi rumah sakit yang berlokasi di Jalan Cicendo, Kota Bandung.
"Ya, selalu menjadi perhatian kalau saya bawa orang Dayak Segandu untuk berobat mata di tempat ini," ujar pengatar empat dayak tersebut yakni Harri Safiari saat ditemui di lokasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua orang menjalani operasi katarak ialah Sokib dan Casidin. Kedua mata Sokib sudah tak melihat, sementara Casidin mata kirinya juga tak melihat.
"Kalau Sokib sudah lima bulan ini kedua bola matanya terganggu hingga tak melihat. Kalau Casidin setahun ini mata kirinya tidak melihat. Keduanya siang ini dioperasi. Pagi tadi dokter sudah diperiksa tekanan darah, jantung, dan kondisi matanya," ujar Harri.
Keempat suku Dayak Segandu ini duduk di kursi tunggu bersama pasien dan pengunjung RS Cicendo. Setiap orang mengalihkan matanya dan memerhatikan seksama keempatnya yang memakai gelang berbentuk butiran di tangan dan kaki.
"Bagus juga RS Cicendo. Enggak tebang pilih dalam menangani pasien," ujar seorang pengunjung, Darto (34), saat diminta komentarnya.
Tidak jauh dari Pantai Eretan Wetan, di sepanjang lajur sebelah kanan by pass dari arah Jakarta ke Cirebon (jalur Pantura), terdapat sebuah jalan kecil yang bila ditelusuri menuju ke lokasi pemukiman sebuah komunitas yang menamakan dirinya Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu.
Orang luar sering juga menyebutnya dengan istilah “Dayak Losarang”, atau "Dayak Indaramayu”. Komunitas ini tepatnya bermukim di Kampung Segandu. Desa Krimun, Kecamatan Losarang. Kabupaten Indramayu.
“Suku Dayak Indramayu” mulai mencuat ke permukaan sejak pernyataan mareka untuk menjadi “Golongan Putih” (golput= tidak memilih salah satu partai) pada Pemilu tahun 2004.
“Suku Dayak Indramayu” hidup di tengah-tengah masyarakat sekitarnya, akan tetapi dalam beberapa hal, mereka mengisolasikan diri dari lingkungan masyarakatnya. Misalnya untuk tempat tinggal dan tempat peribadatan (ritual) mereka, dibentengi dengan dinding yang cukup tinggi dan diberi ornament lukisan-lukisan.
Di dalam benteng ini terdapat beberpa bangunan yang terdiri atas: rumah pemimpin suku, pendopo, pesarean, pesanggaran, dan sebuah bangunan rumah tinggal salah satu pemimpin suku.
Beberapa bangunan, yaitu rumah pemimpin suku dan pesarean sudah merupakan bangunan permanen, berdinding tembok, berlantai keramik, dan beratap genteng. Gedung pendopo berdinding semi permanen, yaitu dinding bagian bawah berupa tembok dan duduk jendela/setengah badan ke atas menggunakan papan yang dilapis bilik, berlantai keramik, dan beratap genteng. Sementara itu, bangunan pesanggaran adalah bangunan non-permanen, berlantai tanah, beratap sirap dan dindingnya dibuat dari papan dan bilik.
Lingkungan alam di sekitarnya adalah lingkungan pertanian sawah dan palawija. Oleh sebab itu, mereka dalam kesehariannya bermata pencaharian sebagai buruh tani.
(bbn/ern)