Sekolah pun Diteror Debt Collector Kartu Kredit

Sekolah pun Diteror Debt Collector Kartu Kredit

- detikNews
Selasa, 12 Apr 2011 12:44 WIB
Bandung - Ulah debt collector dari bank penerbit kartu kredit sudah sangat meresahkan. Sekolah pun mereka 'teror'. Seperti yang terjadi di SMA 9 Bandung. Gara-gara adaΒ  seorang guru yang menunggak, telepon sekolah terus berdering dan puluhan fax dikirimkan. Sasarannya pimpinan di sekolah tersebut.

"Saya tidak menyamaratakan semua debt collector sama ya, tapi ini memang benar-benar saya alami. Harusnya kan urusan kartu kredit, urusan debitur dan kreditur saja. Tapi ini eksesnya kepala sekolah yang dimintai pertanggungjawaban," ujar Kepala Sekolah SMA 9 Bandung Asep Kurniawan saat berbincang dengan detikbandung, Selasa (12/4/2011).

Menurutnya cara debt collector saat menagih sangat tidak etis. Mereka menggunakan kalimat kasar dan merendahkan. Asep mengaku dalam empat bulan terakhir ditelepon lebih dari 18 kali oleh salah satu bank.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Padahal yang bermasalah bukan saya. Mereka mencaci maki saya dan minta saya sebagai pimpinan bertanggung jawab. Saya sebagai manusia, ya jadi ikutan emosi. Saya tantang mereka buat bertemu untuk menyelesaikan kasus ini, eh tp lima kali janjian, tidak datang-datang," ujar Asep.

Namun para debt collector itu terus meneror dengan menelepon, bahkan saat di rumah. "Nah ini pun jadi masalah. Karena kalau pas di rumah yang menelepon perempuan dan mengatakan bahwa saya melindungi ibu guru anu dari kartu kredit karena ada affair. Ini membuat saya berantem dengan istri saya. Ini kan sudah di luar konteks," tuturnya.

Pengalaman yang sama pun dialami Wakil Kepala Sekolah SMA 9 Iwan Hermawan. Menurutnya ia pun menerima puluhan telepon dari debt collector. "Ya kalau kepala sekolahnya kebetulan tidak ada, otomatis saya yang terima teleponnya. Fax sekolah bahkan sampai rusak karena menerima hampir 50 fax dalam satu hari. Ini benar-benar menganggu pekerjaan kami," tandas Iwan.

Menurut Iwan pola penagihan yang dilakukan debt collector tersebut sudah sangat meresahkan, karena menimbulkan konflik. Iwan menduga para debt collector itu menginginkan atasan di sekolah atau kepala sekolah menekan sang guru dan juga sengaja membuat konflik dengan istri di rumah.

"Ini benar-benar sudah sangat meresahkan," keluh Iwan.

Iwan menduga kondisi ini tak hanya terjadi di SMA 9. Pola yang sama bisa saja terjadi di sekolah lainnya. Sebab nasabah kartu kredit dari kalangan guru menurutnya sangat banyak. "Kalau menurut saya 60 persen lah guru punya kartu kredit," kata Iwan.

(ern/ern)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads