Ade (45) dan adiknya Mansur (42), warga Gang Suranta, Cijambe, sejak tahun 2000 menggarap lahan eigendom sisa pabrik Heyne. "Lahannya terbengkalai. Sayang daripada hanya ditumbuhi rumput liar, jadi kami tanami singkong atau ubi," ujar Mansur beberapa waktu lalu.
Saat mereka mulai menanami lahan kosong itulah, mereka menemukan tambang emas. Bukan emas dalam arti sebenarnya. Batu bata bekas bangunan pabrik dulu, menjadi sumber mata pencaharian mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mansur mengaku menggali batu bata hanya mengisi waktu luang, saat tak ada orang yang membutuhkan tenaga keduanya. Ade dan Mansur tak mempunyai pekerjaan tetap, hanya buruh serabutan.
Bukan hanya kakak beradik itu saja yang menggali sisa bangunan pabrik Heyne, tapi masih ada belasan penggarap lain. Mereka membagi wilayah kekuasaannya berdasarkan kesepakatan dan keterikatan dengan sejarah pabrik.
"Yang garap di sini, yang dulu orangtuanya atau saudaranya pernah bekerja di pabrik Heyne atau Nila," ujar Ade yang mengaku bapaknya dulu bekerja di pabrik tersebut.
Kini pabrik genting Heyne tinggal puing. Satu-satunya yang menjadi monumen sejarah adalah benteng tinggi terbuat batu bata di mulut Jalan Cijambeberhadapan dengan pul bus Gunung Sembung.
(ern/ern)