Ariel membacakan tiga lembar pembelaannya. Di dalam pembelaan tersebut terselip petikan puisi berjudul 'Namaku Mata Hari' karya seniman Yapi Panda Abdiel Tambayong alias Remy Sylado. Petikan puisi tersebut dirasa Ariel sangat mewakili keadaannya saat ini.
Berikut isi petikan puisi tersebut:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Mahkamah Militer tempat aku diadili, telah tersedia kalimat pamungkas yang berkekuatan hukum tetap, bahwa aku dinyatakan bersalah sebagai pengkhianat, dan karena itu aku harus mati.
Aku tidak terima itu.
Aku meronta meraung-raung.
Aku mengaku diriku memang pelacur.
Aku mengaku diriku memang penari erotik.
Aku mengaku diriku memang mata-mata.
Tetapi aku tidak mengaku diriku pengkhianat.
Tidak ada alasan untuk mengatakan diriku pengkhianat.
Namun tidak seorang pun yang bisa menolongku.
Keputusan hakim yang mengatakan aku harus mati, sudah selesai, tinggal
menunggu waktu pelaksanaan eksekusinya.
Dalam keputusan ini, aku pun dinyatakan harus membayar semua ongkos
pengadilan.
Kapan eksekusi itu? Aku tidak tahu.
"Itu kita kutip dari puisi Remy Sylado, dan pas untuk menggambarkan Ariel dan cerminan perasaan Ariel sekarang," papar pengacara Ariel Alfian Bonjol saat diwawancarai seusai persidangan, Kamis (13/1/2011).
Dalam serangkaian pembelaan Ariel, tim kuasa hukum juga menyampaikan pembelaan sebanyak 104 halaman. Dalam pembelaan tersebut, kuasa hukum menguraikan secara yuridis bahwa unsur-unsur pasal yang didakwakan ke Ariel tidak terbukti.
(ebi/bbn)