Di Kota Bandung, puluhan bahkan ratusan penjual terompet telah membuka lapaknya sejak pertengahan Desember. Mereka menjual terompet berbagai bentuk dan ukuran untuk menarik pembeli.
Setiap tahunnya, terompet yang dengan mudah dapat ditemukan di sejumlah titik di Kota Bandung ini memang banyak dicari karena bentuknya yang unik menyerupai alat musik yang asli. Yang paling kecil berdiameter 10 centimeter dinamakan terompet keong, dijual dengan harga Rp 3,000. Ada lagi Saxophone yang memiliki diameter 25 centimeter seharga Rp 5,000. Sedangkan yang paling besar, panjang terompet mencapai 80 centimeter diberi nama tanjidor dibanderol Rp 25,000.
"Yang paling laris itu terompet keong dan saxophone kecil. Biasanya anak-kecil yang beli di saya. Tanjidor juga pasti laku, soalnya saya cuma bikin lima biji," terang Apih Nuryaman (71) kepada detikbandung.
Apih yang sudah 14 tahun menjadi pedagang terompet menuturkan, sejak dua tahun terakhir penjualan terompet menurun. Pria paruh baya ini berjualan 20 hari menjelang tahun baru. Ia juga biasa menerima pesanan terompet untuk dijual ke luar kota seperti Pontianak dan Bali. Bahkan, ia mengaku pernah mendapat pesanan dari seorang warga Singapore.
Berbeda dengan bapak Apih, Ibu Apok (43) menggelar lapak terompetnya di Jalan Wastukencana. Dibantu oleh anaknya, ia mengaku dapat memproduksi 1.000 terompet dalam kurun waktu enam bulan.
"Nggak hanya dijual ke pembeli yang lewat, biasanya hotel-hotel juga suka beli banyak di saya," terangnya.
Dalam sehari, rata-rata 50 terompet habis terjual. Pembelinya masih didominasi oleh warga Bandung sendiri, namun ada juga beberapa pembeli dari luar kota seperti Jakarta.
Para pedagang ini bahkan rela menginap di lapaknya demi melayani para pembeli yang ingin menyemarakkan malam Tahun Baru.
Penjual terompet ini dapat dengan mudah ditemui di ruas-ruas jalan di Kota Bandung, seperti di sepanjang Jalan Setiabudi, Jalan Cihampelas, Jalan Cipaganti dan Jalan Wastukencana.
(tya/tya)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini