Hal ini disebabkan ketidakpahaman mesyarakat dalam prosedur perceraian, sehingga membuka ruang bagi pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan keuntungan seperti dengan pembuatan akta perceraian palsu.
"Cukup sering masuk laporan tentang adanya akta perceraian palsu," tutur Rahmat Setiawan, Wakil Panitera Pengadilan Agama Bandung dikantornya Jalan Terusan Jakarta, Senin (15/2/2010).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mencontohkan, salah satu pihak yang berselisih meminta bantuan pada orang yang dianggapnya dapat membantu proses perceraian dengan cepat. Orang yang dimintai bantuan menjanjikan pembuatan akta perceraian dengan cara "nembak" pengadilan agama dengan bayaran 1-4 juta Rupiah.
"Padahal secara hukum harus melalui pengadilan," tambahnya.
Rahmat menuturkan, banyaknya laporan akta perceraian palsu diketahui setelah salah satu pihak dari keluarga yang bermasalah melapor kepada Pengadilan Agama Bandung bahwa ia memiliki akta perceraian padahal tidak pernah dipanggil ke pengadilan.
"Mereka ngelapor ke sini, kami sarankan untuk melaporkannya ke polisi karena akta palsu itu adalah perbuatan kriminal," ungkapnya.
Akta palsu sesungguhnya mudah untuk dikenali secara fisik. Salah satunya dengan melihat warna bingkai pada akta yang seharusnya berwarna merah cerah terlihat lebih pucat pada akta palsu. Selain itu latar belakang burung garuda pada akta asli tidak terdapat pada akta perceraian palsu.
"Dari bentuk fisik saja mudah dikenali, apa lagi bila dicek nomor registrasinya," ujar Rahmat.
Ia menambahkan, akta perceraian memang mudah dipalsukan karena bentuknya sederhana. Ia berharap bentuk fisik akta diubah sehingga lebih sulit ditiru.
"Uang yang gambarnya rumit saja bisa ditiru, apa lagi akta perceraian yang sederhana," imbuhnya.
(lom/lom)