Potensi madu sebagai makanan konsumsi sekaligus pengobatan bisa menjadi ladang mata pencaharian. Misalnya Aepudian (29) warga Kampung Cikurutug Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Aep, sudah membudidayakan lebah madu selama puluhan tahun dan ikut membina para petani di beberapa wilayah.
Diakui Aep dia usaha budidaya lebah madu diwarisi dari mendiang sang kakek, Embing. Embing sudah membudidayakan lebah sekitar tahun 1980-an. "Sejak kelas 3 SD saya sudah membantu di kebon dan ikut jualan madu," aku Aep.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebah yang dibudidayakan Aep adalah lebah lokal jenis Apis Cerana dan Apis Dorsata. Selain itu ada juga jenis Apis Trigona yang bentuknya lebih kecil tapi belum bisa dibudidayakan.
Lebah tersebut bisa berasal dari batuan, akar dan batang pohon atau tanah berlubang. Untuk membudidayakan dua jenis lebah ini tidak memerlukan lahan yang luas. Aep pun hanya membudidayakan di atas lahan berukuran 10x10 meter.
"Yang penting adalah pakan lebah atau nektar," ujar Aep. Nektar bisa didapatkan dari bunga-bunga liar yang ada di sekitar lahan budidaya. Kalaupun sengaja menyediakan tanaman khusus menurut Aep tidak terlalu berpengaruh. Lebah madu malah menyukai nektar-nektar yang berasal dari tumbuhan alami.
"Biasanya nektar-nektar yang banyak adalah nektar dari bunga kecubung atau dari rumput-rumput liar," terangnya.
Dalam radius 2 kilometer lebah bisa mencari makanannya sendiri. Maka cukup beruntung bagi Aep kareja lokasi budidayanya berdekatan dengan Taman Hutan Raya Juanda (Dago Pakar) yang menyediakan nektar alam dalam jumlah banyak.
Lebah disimpan dalam wadah-wadah kayu atau batang-batang kayu sisa. Menurut Aep kayu yang bagus adalah kayu yang sudah terkena hujan dan panas tapi masih bisa dipakai. "Paling bagus kayu pohon aren karena isinya bisa langsung dibuang," terang Aep.
Wadah-wadah tersebut bisa disimpan atau digantung. Satu wadah disebut satu kloni atau koloni. Jumlah lebah dalam satu kloni bisa ribuan tapi hanya ada satu ratu.
Di dalam wadah itulah lebah membuat sarang dan menghasilkan madu sekaligus berkembang biak. Dalam waktu satu bulan lempengan-lempengan sarang berwarna kuning yang tersusundari rangkaian heksagonal-heksagonal sudah terbentuk. Di dalamnya sudah terdapat cairan madu manis, bee poolen atau royal jelly yang sudah bisa langsung dinikmati.
"Biasanya panen satu-dua bulan sekali. Tapi rata-rata sebulan sekali," ujar Aep.
Hasil panen madu dikemas dalam berbagai wadah. Sejak masih dikelola kakeknya produksi budidaya madu bekerjasama dengan Pesantren Babussalam yang masih ada di kawasan tersebut. Merek dagang madu pun dinamakan Madu Asy-Syifa Babussalam.
Ayo ngobrol seputar Kota Bandung di Forum Bandung. (ema/lom)