Kondisi ini jika dibiarkan akan mengancam keberlangsungan bangsa ini. Karena kebutuhan sumber daya manusia (SDM) IT bukan saja untuk perusahaan, tapi juga pemerintah sangat membutuhkan SDM IT.
"Perusahaan dan institusi pemerintahan harus waspada. Seperti saat ini yang sedang berupaya untuk mengimplementasikan IT dalam kegiatan pemerintahan seperti e-Gov dan lain sebagainya," kata Chief of Lembaga Riset Telematika Sharing Vision Dimitri Mahayana saat berbincang dengan detikbandung, disela-sela sesi Sharing Vision 'IT Human Resources Trend & Considerations' di Hotel Aston Tropicana, Jalan Cihampelas, Jumat (8/5/2009) siang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Luar bisasa. Sebagai salah satu profesi, ini sangat menjanjikan. Kesempatanya sangat banyak. Ada gap antara demand dan suplay dan itu bukan hanya di indonesia. Dengan internet bisa mudah mendapatkan macam-macam proyek multinasional," tutur pria yang juga dosen di ITB ini.
Yang menarik, imbuhnya, masalah pendapatan bukan menjadi alasan utama tenaga IT Indonesia bekerja di luar negeri. Justru alasan keterbatasan kesempatan pengembangan diri dan masalah dengan manajemen dan pengakuan dari perusahaan lah yang menjadi alasan utama.
"Berdasarkan survey, justru alasan kompensasi gaji dan tunjungan tidak menjadi alasan yang utama. Tapi alangkah baiknya jika memang ada keuntungan, perusahaan juga harus membaginya," ungkapnya.
Berdasarkan data Sharing Vision, gaji tenaga IT di Indonesia setengahnya dari Malaysia dan jauh tertinggal dari Singapura.
"Gaji ini tergantung posisi, di Indonesia antara Rp 50-160 juta setahun. Malaysia sudah Rp 165-360 juta. Dan Singapura 5-8 kali lipat dari gaji di Indonesia. Saya pikir sudah seharusnya di Indonesia diarahkan naik sekitar 1,5 kali lipat dari sekarang," pungkasnya. (afz/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini