Penelusuran detikbandung belum lama ini, praktik aborsi itu berada di sebuah perumahan di pusat kota Bandung.
Tertera dari luar, nama sang dokter tanpa keterangan spesialisasi penanganan. Di bawah nama dokter tersebut, tercantum jam praktik yang menerangkan praktik mulai dari pukul 17.00-19.00 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dilihat, tempat praktik sang dokter tampak berbeda dengan praktik dokter pada umumnya yang menaruh meja pendaftaran di luar ruang kerja. Di tempat tersebut hanya berderet kursi lipat warna hitam, yang berjumlah 10 yang ditata 5 di sisi kiri dan 5 di sisi kanan.
Di atas kursi salah satu sisi, terdapat perintah dengan tulisan cetak komputer di kertas putih HVS "Tekan bel 1X lalu duduk dan silakan tunggu." Bel berbentuk kotak tepat berada di bawah tulisan tersebut.
Perbedaan lain tempat praktik dokter satu ini adalah tidak terdapat gambar terkait masalah kesehatan di tembok ruang tunggu.
Melihat perintah yang tertera di tembok ruang tunggu tersebut, detikbandung seketika juga mengikutinya. Cukup satu kali tekan bel dan tunggu.
"Ayo silakan," ajak dokter berperawakan tinggi kurus sesaat setelah bel dipijit.
Baru saja sampai di daun pintu ruangan praktik, pertanyaan langsung menyambar dari sang dokter. "Dari mana?" "Untuk apa keperluannya?" kata dokter itu sambil duduk di kursi, di belakang meja praktik.
Sekilas ruang praktik berukuran 4x6 meter tersebut tampak sama dengan praktik dokter pada umumnya. Bangsal pasien warna coklat dengan tangga kecil di bawahnya terlihat di dalam ruangan tersebut.
Tampak pula beberapa benda menyerupai piagam tersusun rapih di rak yang tak jauh dari meja sang dokter. Serta pintu yang menghubungkan ruang praktik dengan rumah yang menyatu.
Belum lagi menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan, sang dokter langsung saja menyambar dengan pertanyaan, "Apa haid pacarmu terlambat?" tanyanya.
Dari pertanyaan tersebut mau tak mau detikbandung mengiyakannya. "Apakah bisa di sini untuk...," tanya detikbandung tanpa melanjutkan perkataan, berharap sang dokter mengerti.
"Bisa saja. Harus periksa dulu si pasiennya," singkat sang dokter menjawab.
Disinggung bahaya tidaknya aborsi, sang dokter tak menjawabnya. Dia mendesak jika pasien harus dibawa terlebih dulu untuk mengetahui keadaannya.
"Pokoknya kita lihat dulu. Apakah nggak bahaya ataukah saya bisa... kita beri penjelasan dulu saja," desak dokter.
"Kalo malu nggak usah aja. Hamil perutnya jadi gede atau mau gimana, masa ke dokter malu, kan gitu aja ya... bawa sini aja ya..," kata dokter seraya membukakan pintu ruang praktik yang menandakan obrolan singkat tersebut telah usai.
Ayo ngobrol seputar Kota Bandung di Forum Bandung
(ahy/ern)