Angklung yang dikenal sekarang adalah angklung diatonis kromatis, pengembangan yang dilakukan oleh Daeng Soetigna dari angklung pentatonis. Akibat penemuan tersebut, angklung memungkinkan dimainkan untuk lagu-lagu pop.
"Itulah kuncinya. Jika Pak Daeng tidak membuka kunci-kunci itu, belum tentu angklung dikenal seperti sekarang," tutur AD Pirous, menantu Daeng Soetigna dari putrinya Erna Garnasih Pirous, saat bincang-bincang dengan detikbandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak faktor yang kemudian memungkinkan angklung sampai ke negara lain, terutama tetangga Indonesia. Bisa jadi karena sengaja diajarkan oleh orang Indonesia, atau menjadi kebudayaan di luar karena komunitas orang Indonesia di negara tetangga.
"Setelah mengenal angklung, kemudian dengan logika sebagai sesama Melayu mereka mengklaim angklung. Sementara kalau bicara politik, kita bicara letak geofrafis dan batas wilayah. Itulah cerdiknya mereka. Ditambah kita yang dari dulu memang tidak serius mengembangkan angklung," tutur Pirous.
Dari aspek Hak atas Kekayaan Intelektual, asal usul angklung khususnya penemuan angklung diatonis-kromatis oleh Daeng Soetigna masih terus diperjuangkan. Namun Pirous mengingatkan ada hal lebih penting yang bisa dilakukan.
"Kalau kita mau mempertahankan angklung, mari kita kembangkan. Apa pun yang bisa mengangkat kembali angklung, itu yang kita lakukan. Tidak perlu semuanya ribut-ribut," lanjut Pirous.
Ayo ngobrol seputar Kota Bandung di Forum Bandung.
(lom/lom)