Hal tersebut disampaikan oleh Kabag Hukum dan HAM Setda Pemprov Jabar Ruddy Gandakusumah saat dihubungi telepon selularnya, Selasa (25/11/2008).
"Girik yang disampaikan sudah pernah diujicoba dan hasilnya tidak pernah terdaftar di buku C atau buku khusus untuk mencatat kepemilikan tanah tanah adat pada jaman Belanda," ujar Ruddy.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sedangkan catatan buku C ada di desa, kelurahan atau kecamatan dimana Kikitir atau Girik tersebut di keluarkan," kata Ruddy.
Menurut Ruddy, Girik sudah tidak berlaku lagi. Girik dipakai sebagai bukti pembayaran pajak.
"Girik bukan bukti kepemilikan. Lagian sekarang sudah tidak berlaku lagi. Itu hanya dipakai untuk bukti pembayaran pajak," pungkas Ruddy.
Dalam berkas gugatan yang diajukan oleh ahli waris ke persidangan, terlampir surat Kikitir/Girik tahun 1922 Kohir No 89, persil 37DII luas kurang lebih 40.200 meter persegi atas nama Dirdja alias Patinggi. Serta Kikitir/Girik tahun 1923 Kohir No 191, persil 37DII dengan luas kurang lebih 54.100 meter persegi atas nama Dirdja alias Patinggi.
Tak hanya itu, ada juga Kikitir/Girik tahun 1925 Kohir No 112, persil 37DII dengan luas kurang lebih 23.650 meter persegi atas nama Ny Arsinah-Dirdja, dengan gambar ukur tanah milik atas nama Dirdja, Pasirkaliki, Desa Balubur, Dist Ujung Berung yang dibuat pada tanggal 12 Oktober 1935, beserta rincian hasil ukur Desa Balubur, Dist ujung Berung, kesemuanya sekarang terletak diantara Jalan Diponegoro-Jalan Ariajipang, Kota Bandung dengan batas-batas sebelah utara Jalan Surapati atau Jalan Suci, sebelah barat Jalan Ariajipang, sebelah selatan Jalan Diponegoro, sebelah timur Jalan Sentot Alibasah.
Ayo ngobrol seputar Kota Bandung di Forum Bandung. (afz/ern)