Mohamed Hamdan Dagalo Kini Kuasai Sudan, Siapa Dia?

Mohamed Hamdan Dagalo Kini Kuasai Sudan, Siapa Dia?

BBC Indonesia - detikNews
Rabu, 05 Nov 2025 10:42 WIB
Komandan RSF Mohamed Hamdan Dagalo mengenakan seragam militer dan kacamata hitam. (Anadolu via Getty Images)
Jakarta -

Mohamed Hamdan Dagolo, yang kerap dipanggil Hemedti, belakangan muncul sebagai figur dominan di panggung politik Sudan. Pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) yang dia pimpin kini mengendalikan setengah wilayah negara yang tengah dilanda konflik tersebut.

RSF dalam beberapa pekan terakhir secara signifikan merebut kota el-Fasher.

Kota ini adalah benteng terakhir militer Sudan dan sekutunya di wilayah barat Darfur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Warga el-Fasher kini mengalami kelaparan setelah RSF mengepung wilayah itu selama 18 bulan terakhir.

Situasi ini dikonfirmasi oleh sekelompok pakar ketahanan pangan yang diakui PBB, Senin (03/11).

ADVERTISEMENT

Hemedti tidak hanya dihormati sekaligus dibenci oleh lawan-lawannya.

Menurut berbagai sumber, laki-laki ini juga dihormati para pengikutnya "karena keteguhannya, kekejamannya, dan janjinya untuk menghancurkan Sudan".

Hemedti berasal dari latar belakang yang sederhana.

Keluarganya berasal dari suku Mahariya, bagian dari komunitas Rizeigat.

Orang-orang dari komunitas ini biasanya bermata pencaharian sebagai penggembala unta wilayah di Chad dan Darfur.

Hemeti diperkirakan lahir pada 1974 atau 1975. Seperti kebanyakan orang di wilayah pedesaan kawasan ini, tanggal dan tempat kelahiran Hemeti diyakini tidak tercatat.

Bersama pamannya yang bernama Juma Dagolo, komunitasnya bermigrasi ke Darfur pada dekade 1970-an dan 1980-an.

Mereka melarikan diri dari konflik bersenjata, sekaligus untuk mencari padang rumput yang lebih subur dan wilayah untuk menetap.

A Sudanese rebel fighter sombrely watches the abandoned village of Chero Kasi burn less than an hour after Janjaweed militiamen set it ablaze in the violence plagued Darfur region on 7 September 2004Getty ImagesAksi bersenjata yang dilakukan milisi Janjaweed memicu kemarahan dari komunitas internasional.

Setelah putus sekolah pada usia remaja, Hemedti mencari nafkah dengan berdagang unta melintasi gurun ke Libya dan Mesir.

Saat itu, Darfur merupakan wilayah Sudan yang miskin, tanpa hukum, dan diabaikan oleh pemerintah Presiden Omar al-Bashir.

Milisi Arab yang dikenal sebagai Janjaweed, termasuk pasukan yang dipimpin oleh Juma Dagolo, diketahui menyerang desa-desa yang dihuni suku Fur.

Siklus konflik bersenjata dan kekerasan memicu pemberontakan besar-besaran pada tahun 2003.

Pasukan yang dipimpin Fur bergabung dengan Masalit, Zaghawa, dan sejumlah kelompok lain. Alasannya, mereka merasa diabaikan oleh elite Arab di Sudan.

Sebagai tanggapan, Bashir secara besar-besaran memperluas Janjaweed untuk memimpin upaya kontra-pemberontakan.

Menurut catatan, mereka dengan cepat dikenal "karena membakar, merampok, memperkosa, dan membunuh".

Pasukan yang dipimpin Hemedti adalah salah satu bagian dari milisi Janjaweed.

Merujuk pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika, pasukan Hemedti menyerang dan menghancurkan Desa Adwa pada November 2004, menewaskan 126 orang, termasuk 36 anak-anak.

Penyelidikan yang dilakukan pemerintah Amerika Serikat menyatakan Janjaweed bertanggung jawab atas kejahatan genosida.

Konflik bersenjata di Darfur kemudian dirujuk ke Mahkamah Kriminal Internasional (ICC). Dalam kasus itu, tuntutan diajukan terhadap empat orang, termasuk Bashir. Namun dia membantah melakukan genosida.

Hemedti adalah satu dari banyak komandan pasukan di milisi Janjaweed yang dianggap terlalu junior untuk menjadi sasaran jaksa pada saat itu.

Hanya ada satu orang, yaitu yang dikenal dengan sebutan "kolonel para kolonel", yaitu Ali Abdel Rahman Kushayb, yang dibawa ke pengadilan.

Oktober lalu, Kushayb dinyatakan bersalah atas 27 dakwaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Vonis terhadapnya akan dijatuhkan pada 19 November mendatang.

Setelah puncak kekerasan pada tahun 2004, Hemedti bermain dengan cerdik. Dia naik pangkat menjadi kepala pasukan paramiliter yang kuat, memimpin sejumlah korporasi, dan menjadi mesin politik.

Ini adalah kisah oportunisme dan kewirausahaan. Hemedti sempat memberontak, menuntut gaji tertunda untuk tentaranya, promosi, dan posisi politik untuk saudaranya.

Bashir dikabarkan memberikan sebagian besar tuntutan itu sehingga Hemedti sempat kembali bergabung.

Ketika sekelompok milisi Janjaweed yang lain memberontak, Hemedti justru memimpin pasukan pemerintah.

Dia mengalahkan milisi Janjaweed itu dan dalam prosesnya mengambil alih tambang emas tradisional terbesar di Darfur, di tempat bernama Jebel Amir.

Dengan cepat, perusahaan milik keluarga Hemedti, yaitu Al-Gunaid, menjadi eksportir emas terbesar di Sudan.

Pada 2013, Hemedti meminta dan mendapatkan status resmi sebagai kepala kelompok paramiliter baru, yaitu RSF, yang berada di bawah komando Bashir.

Janjaweed belakangan dilebur ke dalam RSF. Mereka mendapatkan seragam baru, kendaraan, dan senjata. Para perwira dari tentara reguler dari militer Sudan dibawa masuk untuk memperkuat milisi itu.

A Sudanese man takes a selfie with members of the Rapid Support Forces (RSF), in uniforms and with guns, in the capital Khartoum on 18 June 2019AFP via Getty ImagesRSF merupakan sekutu militer Sudan sebelum dua kelompok ini berselisih.

RSF pernah meraih kemenangan penting melawan pemberontak Darfur. Namun mereka kurang berhasil dalam menghadapi pemberontakan di Pegunungan Nuba, yang berbatasan dengan Sudan Selatan.

Mereka juga dikontrak menjadi milisi yang mengamankan perbatasan dengan Libya.

Untuk secara resmi menekan migrasi ilegal dari Afrika melintasi gurun ke Mediterania, para komandan di bawah komando Hemedti juga melakukan pemerasan dan praktik perdagangan manusia.

Pada 2015, pemerintah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab meminta tentara Sudan untuk mengirim pasukan melawan Houthi di Yaman.

Pasukan milisi itu dipimpin seorang jenderal yang pernah bertempur di Darfur, yaitu Abdel Fattah al-Burhan. Dia kini menjadi kepala tentara yang berperang melawan RSF.

Hemedti lalu melihat peluang dan menegosiasikan kesepakatan terpisah dan rahasia dengan pemerintah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab untuk menyediakan tentara bayaran.

Hubungan dengan Uni Emirat Arab terbukti paling berpengaruh bagi Hemedti. Ini menjadi awal dari hubungan dekatnya dengan presiden negara itu, Mohamed bin Zayed.

Orang-orang muda Sudan dan semakin banyak dari negara tetangga lantas berduyun-duyun ke pusat perekrutan RSF. Mereka mendambakan upah yang dibayar tunai sekitar Rp100 juta saat mereka mendaftarkan diri.

Hemedti menjalin kemitraan dengan Grup Wagner Rusia. Dia menerima pelatihan sebagai imbalan atas transaksi komersial, termasuk dalam perdagangan emas.

Hemedti mengunjungi Moskow untuk mengesahkan kesepakatan tersebut. Dia dilaporkan berada di kota itu saat Rusia menyerang Ukraina.

Setelah perang di Sudan meletus, dia membantah bahwa RSF menerima bantuan dari Wagner.

Meskipun unit tempur utama RSF semakin profesional, organisasi tersebut juga mencakup koalisi milisi etnis tradisional yang keterikatan dengan milisi itu longgar.

Saat rezim pemerintahan Sudan menghadapi protes massa yang semakin besar, Bashir memerintahkan pasukan pimpinan Hemedti ke ibu kota, Khartoum.

Presiden Sudan menjuluki Hemedti dengan istilah "himayti" yang bermakna "pelindungku". Dia melihat melihat RSF sebagai penyeimbang potensi pelaku kudeta di angkatan bersenjata reguler dan keamanan nasional.

Namun kalkulasi itu yang salah. Pada April 2019, masyarakat yang berdemo mengelilingi markas militer menuntut demokrasi.

Bashir kemudian memerintahkan tentara untuk menembaki demonstran. Para pimpinan RSF, termasuk Hemedti, bertemu dan memutuskan menggulingkan Bashir. Gerakan pro-demokrasi merayakannya.

 Omar al-Bashir (L) waves a walking stick as he gives a speech at the headquarters of the Rapid Support Forces (RSF) paramilitaries in Umm al-Qura in South Darfur State, while RSF commander Mohamed Hamdan Daglo, wearing a cap, looks onAFP via Getty ImagesPemimpin RSF membelot dari Presiden Sudan, Omar al-Bashir, dan turut menggulingkannya.

Selama beberapa waktu, Hemedti dipuji sebagai wajah baru masa depan Sudan. Dia dianggap muda, ramah, aktif bertemu dengan berbagai kelompok sosial. Itu menempatkan dirinya sebagai penantang terhadap elite politik tradisional negara.

Hemedti berusaha mengubah arah politiknya. Namun, hal itu hanya berlangsung beberapa minggu.

Saat Hemedti dan pimpinan Dewan Militer Penguasa Sudan, Burhan, menunda penyerahan kekuasaan kepada kekuatan sipil, para demonstran meningkatkan unjuk rasa mereka.

Hemedti mengerahkan RSF, yang kemudian dilaporkan membunuh ratusan orang, melakukan pemerkosaan, dan melemparkan warga laki-laki ke Sungai Nil.

Para korban yang ditemukan di sungai itu diikat batu bata di pergelangan kaki mereka, menurut Human Rights Watch (HRW).

Hemedti membantah RSF melakukan kejahatan perang.

Di bawah tekanan kelompok lintas negara "yang berniat mempromosikan perdamaian dan demokrasi" di SudanAS, Inggris, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arabpara jenderal dan pihak sipil setuju pada kompromi yang disusun oleh mediator Afrika.

Selama dua tahun, ketidakstabilan terjadi antara kelompok militer dan kabinet sipil di Sudan.

Ditunjuk oleh kabinet untuk menyelidiki berbagai perusahaan yang dimiliki oleh militer, keamanan, dan RSF, komite tersebut kala itu tengah menyelesaikan laporan akhir mereka.

Laporan itu berniat mengungkap bagaimana Hemedti dengan cepat memperluas kerajaan korporasinya, termasuk bagaimana dia bersama Burhan memecat para pejabat sipil dan mengambil alih kekuasaan.

Namun, para pemimpin kudeta berselisih. Burhan menuntut agar RSF berada di bawah komando militer.

Hemedti menolaknya.

Map of Sudan showing territorial control as of 28 October 2025. Areas controlled by the army and allied groups are marked in red, RSF and allied groups in blue, and other armed groups in yellow. Key cities such as Khartoum, and el-Fasher are labelled . The Nile River is also depicted. Source: Critical Threats Project at the American Enterprise Institute.BBC

Beberapa hari sebelum batas waktu pada April 2023 untuk menyelesaikan masalah ini, RSF bergerak untuk mengelilingi markas besar militer. Mereka merebut basis-basis kunci serta istana nasional di Khartoum.

Namun upaya kudeta tersebut gagal.

Sebaliknya, Khartoum menjadi zona perang saat pasukan rival bertempur dari jalan ke jalan.

Kekerasan meletus di Darfur. Milisi RSF melakukan serangan kejam terhadap suku Masalit.

PBB memperkirakan setidaknya 15.000 warga sipil di Sudan tewas. AS menggambarkan peristiwa itu sebagai genosida. Namun RSF membantah tuduhan itu.

Komandan RSF menyebarkan video pasukannya menyiksa dan membunuh. Mereka menunjukkan aksi kejahatan dan status kebal hukum mereka.

RSF dan milisi sekutu mereka merajalela di Sudan. Mereka menjarah pasar, universitas, dan rumah sakit.

Banjir barang jarahan kemudian dijual di pasar-pasar yang dikenal sebagai "dagolo markets". Rantai pasok barang jarahan itu menjangkau hingga ke Chad dan negara-negara tetangga lain Sudan.

RSF membantah bahwa pasukannya terlibat dalam penjarahan.

Pada saat yang sama, Hemedti terperangkap di istana kepresidenan yang diserang oleh artileri dan serangan udara. Dia mengalami luka parah pada minggu-minggu awal konflik dan menghilang dari publik.

Ketika dia muncul kembali berbulan-bulan kemudian, Hemedti tidak menunjukkan penyesalan atas kejahatan perang dan tetap pada tekadnya untuk memenangkan perang.

Halima Mohammed Adam, a Sudanese cholera patient with a brown shawl over her head and wearing a multi-coloured dress, looks on as she sits on a bed at a United Nations-run makeshift clinic in Tawila in Darfur, Sudan, on 5 August 2025ReutersPerang di Sudan telah memaksa jutaan orang untuk mengungsi dari rumah mereka.

RSF telah memperoleh senjata modern, termasuk drone canggih, yang digunakan untuk menyerang ibu kota de facto Burhan, Port Sudan. Mereka berperan secara krusial dalam serangan terhadap el-Fasher.

Laporan investigasi surat kabar New York Times mendokumentasikan bahwa senjata-senjata ini diangkut melalui landasan udara dan sejumlah lokasi yang dibangun pemerintah Uni Emirat Arab di dalam wilayah Chad.

Uni Emirat Arab membantah bahwa mereka mempersenjatai RSF.

Dengan senjata ini, RSF terjebak dalam kebuntuan strategis dengan mitra lamanya, tentara Sudan.

Hemedti berusaha membentuk koalisi politik, antara lain dengan beberapa kelompok sipil dan gerakan bersenjata, termasuk musuh lamanya di Pegunungan Nuba.

Hemedti telah membentuk "Pemerintah Perdamaian dan Persatuan". Dia mendapuk dirinya sendiri sebagai ketua.

Dengan penaklukan el-Fasher, RSF kini menguasai hampir seluruh wilayah berpenghuni di sebelah barat Sungai Nil.

Setelah laporan tentang pembunuhan massal yang semakin mencuat dan gelombang kecaman luas, Hemedti mengumumkan penyelidikan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh tentaranya selama penaklukan kota tersebut.

Warga Sudan menduga bahwa Hemedti melihat dirinya sebagai presiden dan menyimpan ambisi untuk menguasai seluruh Sudan.

Hemedti kemungkinan melihat masa depannya sebagai elite politik berpengaruh, pimpinan konglomerasi yang mengendalikan bisnis, tentara bayaran, dan partai politik.

Dengan cara ini, meskipun tidak diterima sebagai representasi Sudan, Hemedti masih bisa menarik benang-benang kekuasaan.

Dan saat pasukan Hemedti membantai warga sipil di el-Fasher, dia yakin bahwa dia menikmati kekebalan hukum di tengah masyarakat dunia yang tidak terlalu peduli kepada Sudan.

Alex de Waal adalah Direktur Eksekutif World Peace Foundation di Fletcher School of Law and Diplomacy, Tufts University, Amerika Serikat.

(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads