Apa Artinya Mengakui Negara Palestina? Mengapa Dilakukan Sekarang?

Apa Artinya Mengakui Negara Palestina? Mengapa Dilakukan Sekarang?

BBC Indonesia - detikNews
Selasa, 23 Sep 2025 09:05 WIB
Jakarta -

Palestina adalah negara yang "ada dan tidak ada". Di satu sisi, Palestina diakui oleh banyak negara, memiliki misi diplomatik di luar negeri, bahkan memiliki tim yang bertanding di ajang olahraga internasional seperti Olimpiade.

Namun, di sisi lain, karena perselisihan berkepanjangan dengan Israel, Palestina tidak memiliki batas wilayah yang diakui secara internasional, ibu kota yang disepakati, maupun tentara.

Akibat pendudukan militer Israel di Tepi Barat, Otoritas Palestina, dibentuk setelah perjanjian damai pada 1990-an, tidak sepenuhnya memiliki kendali atas tanah dan rakyatnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara di Gaza, wilayah yang diduduki oleh Israel, sedang terjadi perang yang menimbulkan kehancuran besar.

Mengingat statusnya semacam negara semu, pengakuan terhadap Palestina mau tidak mau bersifat simbolis.

ADVERTISEMENT

Pengakuan ini akan mewakili pernyataan moral dan politik yang kuat, tetapi tidak banyak berpengaruh di lapangan.

Betapapun, simbolisme dari pengakuan ini kuat. Sebagaimana ditegaskan mantan Menteri Luar Negeri Kerajaan Bersatu (United Kingdom/UK), David Lammy, dalam pidatonya di PBB pada bulan Juli.

"UK memikul beban tanggung jawab khusus untuk mendukung solusi dua negara."

Dia mengutip Deklarasi Balfour 1917ditandatangani menteri luar negeri pendahulunya, Arthur Balfour yang pertama kali menyatakan dukungan UK untuk "pembentukan tanah air nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina".

Seorang marinir menurunkan Bendera UK yang secara resmi mengakhiri kekuasaan UK di Palestina pada 1948Bettmann via Getty ImagesSeorang marinir menurunkan Bendera UK yang secara resmi mengakhiri kekuasaan UK di Palestina pada 1948.

Britania Raya (Inggris) mulai terlibat secara mendalam di Palestina setelah Perang Dunia Pertama.

Keterlibatan ini terjadi ketika Inggris diberi mandat oleh Liga Bangsa-Bangsa untuk mengendalikan wilayah tersebut antara 1922 hingga 1948.

Berdasarkan mandat ini, suatu negara diizinkan secara hukum untuk mengelola wilayah-wilayah yang sebelumnya merupakan bagian dari Kekaisaran Jerman dan Ottoman, yaitu pihak yang kalah dalam perang.

Namun, Inggris saat itu mencoba melakukan tindakan yang sangat rumitbahkan ada yang menyebutnya mustahil.

Di satu sisi, Inggris berjanji untuk mendukung "rumah nasional bagi orang-orang Yahudi," sebagaimana yang tercantum dalam deklarasi tersebut.

Namun Inggris juga berjanji untuk melindungi hak-hak mayoritas Arab yang tinggal di sana.

Janji-janji yang saling bertentangan ini, dikombinasikan dengan meningkatnya ketegangan antara komunitas Yahudi dan Arab, menyebabkan kerusuhan selama beberapa dekade.

Ketika Inggris meninggalkan wilayah itu pada 1948, dan setelah negara Israel dideklarasikan, perang dan pengungsian banyak warga Palestina pun terjadi.

Sejumlah sejarawan melihat perilaku Inggris saat itu telah membentuk konflik Israel-Palestina modern dan penyelesaian wilayah yang sebelumnya dikenal sebagai Palestina sebagai urusan internasional yang belum selesai.

Pendukung Israel, di sisi lain, sering menunjukkan bahwa Lord Balfour tidak merujuk secara eksplisit kepada Palestina atau mengatakan apa pun tentang hak-hak nasional mereka.

Seperti yang dikatakan Lammy, politisi "sudah terbiasa mengucapkan kata-kata 'solusi dua negara'".

Frasa tersebut merujuk pada pembentukan negara Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, secara umum mengikuti garis-garis yang ada sebelum perang Arab-Israel 1967, dengan Yerusalem Timur diduduki oleh Israel sejak perang tersebut sebagai ibu kotanya.

Namun, upaya internasional untuk mewujudkan solusi dua negara tidak membuahkan hasil.

Kolonisasi yang dilakukan Israel di sebagian besar wilayah Tepi Barattindakan yang ilegal menurut hukum internasionaltelah mengubah konsep solusi dua negara menjadi slogan yang sebagian besar kosong.

Para aktivis berkumpul di halaman Parlemen untuk memperingati Hari Aksi Nasional untuk Palestina pada 14 Desember 2024 di London, Inggris.Guy Smallman/Getty ImagesPara aktivis berkumpul di halaman Parlemen untuk memperingati Hari Aksi Nasional untuk Palestina pada 14 Desember 2024 di London, Inggris.

Siapa yang mengakui Palestina sebagai negara?

Palestina saat ini diakui oleh sekitar 75% dari 193 negara anggota PBB.

Di PBB, ia berstatus "negara pengamat tetap", yang mengizinkan partisipasi tetapi tidak memiliki hak suara.

Dengan Inggris dan Prancis di antara negara-negara yang menjanjikan pengakuan selama pertemuan Majelis Umum PBB (kelompok tersebut juga mencakup Kanada, Australia, Belgia, dan Malta), Palestina akan segera menikmati dukungan dari empat dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

China dan Rusia sama-sama mengakui Palestina pada 1988.

Ini akan menjadikan AS, sekutu terkuat Israel sejauh ini, sebagai minoritas satu-satunya.

Washington telah mengakui Otoritas Palestina, yang saat ini dipimpin oleh Mahmoud Abbas, sejak pembentukannya pada pertengahan 1990-an.

Sejak itu, beberapa presiden telah menyatakan dukungan mereka terhadap pembentukan negara Palestina. Namun, Presiden AS Donald Trump bukan salah satunya.

Di bawah dua pemerintahannya, kebijakan AS sangat berpihak pada Israel.

Mengapa UK dan negara lain melakukannya sekarang?

Pemerintahan UK berulang kali berbicara tentang pengakuan negara Palestina, tetapi hanya sebagai bagian dari proses perdamaian, idealnya "pada saat dampaknya maksimal".

Mereka meyakini melakukannya hanya sebagai isyarat atau simbolis adalah sebuah kesalahan.

Tindakan itu mungkin membuat orang merasa berbuat semestinya, tetapi tidak akan benar-benar membawa perubahan nyata di lapangan.

Namun, kejadian-kejadian tersebut jelas telah memaksa beberapa pemerintah untuk bertindak.

Kelaparan di Gaza, meningkatnya kemarahan atas operasi militer Israel, dan perubahan besar dalam opini publiksemuanya berperan dalam membawa kita ke titik ini.

ReutersPara ahli keamanan pangan global yang didukung PBB memperingatkan "skenario terburuk kelaparan saat ini sedang terjadi" di Jalur Gaza.

Beberapa orang memilih untuk membuat janji tersebut bersyarat.

Bagi Kanada, pengakuan didasarkan pada komitmen Otoritas Palestina untuk mereformasi diri, menyelenggarakan pemilihan umum pada 2026, dan mendemiliterisasi negara Palestina.

Ketika pemerintah UK mengumumkan keputusannya, ia meletakkan beban pada pihak lain, dengan mengatakan bahwa mereka akan mengakui Palestina pada sidang Majelis Umum PBB, kecuali pemerintah Israel mengambil langkah tegas untuk mengakhiri penderitaan di Gaza, mencapai gencatan senjata, menahan diri dari mencaplok wilayah di Tepi Barat, dan berkomitmen pada proses perdamaian yang menghasilkan solusi dua negara.

Tindakan tersebut menimbulkan kebingungan, dengan beberapa kritikus berpendapat, pengakuan sama sekali tidak boleh bersyarat, khususnya pada tindakan Israel.

Dengan mengoordinasikan tindakan mereka, negara-negara yang mengusulkan untuk mengakui Negara Palestina berharap dapat membuat dampak yang lebih besar, membantu menggalang pendapat tentang cara mengakhiri perang di Gaza dan proses politik seperti apa yang harus diikuti.

Mengapa beberapa negara masih belum mengakui Palestina sebagai negara?

Negara-negara yang tidak mengakui Palestina sebagai negara pada umumnya karena tidak ada negosiasi yang harus diselesaikan dengan Israel.

"Meskipun hanya sebatas janji-janji belaka tentang perlunya mendirikan negara Palestina, AS bersikeras pada negosiasi langsung antara Israel dan Palestina, yang secara efektif berarti memberi Israel hak veto atas aspirasi Palestina untuk menentukan nasib sendiri," kata Profesor Fawaz Gerges, pakar hubungan internasional dan politik Timur Tengah di London School of Economics.

Perundingan damai dimulai pada 1990-an dan kemudian menetapkan tujuan solusi dua negara, ketika warga Israel dan Palestina dapat hidup berdampingan di negara terpisah.

Namun, proses perdamaian mulai mengendur secara perlahan sejak awal 2000-an, bahkan sebelum 2014, ketika perundingan antara Israel dan Palestina di Washington gagal.

Masalah yang paling pelik masih belum terselesaikan, termasuk batas wilayah dan negara Palestina di masa depan, status Yerusalem, dan nasib pengungsi Palestina dari perang 1948-1949 yang terjadi setelah deklarasi pembentukan Israel.

Israel menentang keras tawaran keanggotaan Palestina di PBB.

Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, seperti dikutip dari kantor berita AFP pada April 2024, mengatakan fakta bahwa diskusi tersebut berlangsung "sudah merupakan kemenangan bagi teror genosida".

Negara-negara yang bermaksud memelihara hubungan baik dengan Israel akan menyadari bahwa mengakui negara Palestina akan membuat sekutu mereka marah.

Beberapa pihak, termasuk pendukung Israel, berpendapat bahwa Palestina tidak memenuhi kriteria utama untuk kenegaraan yang ditetapkan dalam Konvensi Montevideo 1933penduduk tetap, wilayah yang ditentukan, pemerintahan, dan kapasitas untuk menjalin hubungan dengan negara lain.

Tetapi yang lain menerima definisi yang lebih fleksibel, dengan lebih menekankan pada pengakuan oleh negara lain.

Apa kata AS?

Pemerintahan Presiden AS Donald Trump tidak pernah merahasiakan penentangannya terhadap pengakuan negara Palestina tersebut.

Trump sendiri mengakui bahwa ia memiliki "perbedaan pendapat dengan Perdana Menteri [UK] mengenai hal tersebut" dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri UK, Kier Starmer pada 18 September lalu.

Bahkan, jelas bahwa posisi AS telah mengeras menjadi penentangan langsung terhadap konsep kemerdekaan Palestina.

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, bilang Hamas akan "merasa lebih berani" oleh dorongan internasional untuk mengakui Palestina.

Rubio juga mengatakan AS telah memperingatkan mereka yang mendukung pengakuan bahwa hal itu kemungkinan akan memprovokasi Israel untuk mencaplok Tepi Barat.

Apa arti semua ini bagi Palestina di PBB?

Palestina memegang status negara pengamat non-anggota, seperti halnya Takhta Suci.

Pada 2011, Palestina mengajukan permohonan untuk menjadi negara anggota penuh PBB, tetapi gagal karena kurangnya dukungan di Dewan Keamanan PBB dan tidak pernah sampai pada pemungutan suara.

Namun, pada 2012, Majelis Umum PBB memutuskan untuk meningkatkan status Palestina menjadi "negara pengamat non-anggota," yang memungkinkan mereka untuk ikut serta dalam perdebatan di Majelis, meskipun mereka tidak dapat memberikan suara pada resolusi.

Keputusan PBB pada 2012 iniyang disambut baik di Tepi Barat dan Jalur Gaza, tetapi dikritik oleh AS dan Israeljuga memungkinkan Palestina untuk bergabung dengan organisasi internasional lainnya, termasuk pengadilan tertinggi PBB, Mahkamah Kriminal Internasional, yang mereka lakukan pada 2015.

Sejumlah negara mengakui negara PalestinaSHAHZAIB AKBER/EPA-EFE/REX/ShutterstockSejumlah negara mengakui negara Palestina.

Pada Mei 2024, Majelis Umum PBB meningkatkan hak-hak Palestina dalam organisasi tersebut dan mendesak agar diterima sebagai anggota, setelah perdebatan sengit.

Resolusi tersebut memperbolehkan Palestina untuk mengambil bagian penuh dalam perdebatan, mengusulkan agenda penting, dan memilih perwakilannya dalam komite, tetapi tidak memberikan hak suara.

Keanggotaan hanya dapat diberikan oleh Dewan Keamanan PBB.

Pada April tahun itu, Amerika Serikat, sebagai salah satu dari lima anggota tetap, memveto penerimaan Palestina sebagai sebuah negara, dan menyebut langkah itu "prematur".

Resolusi Dewan Keamanan mengikat secara hukum, sedangkan resolusi Majelis Umum tidak.

"Menjadi anggota penuh PBB akan memberi Palestina lebih banyak pengaruh diplomatik, termasuk kemampuan untuk mensponsori resolusi secara langsung, hak suara di Majelis Umum (sebagai negara 'non-anggota', saat ini tidak mereka miliki), dan kemungkinan kursi/suara di Dewan Keamanan," kata Khaled Elgindy, direktur program Palestina dan urusan Palestina-Israel di lembaga pemikir Middle East Institute di Washington.

"Namun, semua ini tidak akan menghasilkan solusi dua negarayang hanya dapat terwujud dengan mengakhiri pendudukan Israel," tambahnya.

Namun, Gilbert Achcar, profesor studi pembangunan dan hubungan internasional di Sekolah Studi Oriental dan Afrika di London, meyakini "Otoritas Palestina tidak akan mencapai lebih banyak lagi" dengan keanggotaan penuh PBB.

"Ini akan tetap menjadi kemenangan simbolis: pengakuan 'Negara Palestina' fiktif versus realitas 'Otoritas Palestina' yang tak berdaya di sebagian kecil wilayah yang diduduki pada 1967 dan sepenuhnya bergantung pada Israel," ujarnya, seraya menambahkan bahwa "itu masih jauh dari 'negara Palestina yang merdeka dan berdaulat'".

Laporan tambahan oleh BBC Global Journalism

Simak juga Video 'Presiden Abbas: Hamas Harus Serahkan Senjata ke Otoritas Palestina':
(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads