Kisah Perjuangan Jurnalis Mendapatkan Makanan di Gaza

Kisah Perjuangan Jurnalis Mendapatkan Makanan di Gaza

BBC Indonesia - detikNews
Senin, 28 Jul 2025 14:58 WIB
Para jurnalis ikut merasakan penderitaan yang serupa dengan kondisi yang mereka beritakan di Gaza. (Anadolu via Getty Images)
Jakarta -

Tiga jurnalis lepas asal Palestina yang diandalkan BBC untuk meliput situasi di Gaza mengisahkan kesulitan menghidupi keluarga mereka. Mereka bahkan mengaku kerap tidak makan selama dua hari atau lebih.

Ketiga jurnalis terpercaya itu tetap bekerja dalam situasi sulit, merekam situasi dan melaporkannya untuk BBC, bahkan saat anggota keluarga mereka terbunuh, rumah mereka hancur, atau saat terpaksa mengungsi bersama keluarga di tengah serangan militer Israel.

Salah satu di antaranya pernah terluka parah akibat pecahan bom Israel kala bertugas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seorang jurnalis menyebut periode ini sebagai "masa paling berat yang pernah saya alami sejak lahir. Ini adalah krisis dahsyat yang penuh penderitaan dan kondisi penuh kekurangan."

Para pakar ketahanan pangan global belum mengklasifikasikan situasi di Gaza sebagai bencana kelaparan, tapi badan-badan di bawah PBB telah memperingatkan bahwa situasi kelaparan massal akibat perbuatan manusia tengah berlangsung di wilayah tersebut.

ADVERTISEMENT

Mereka menyalahkan Israel atas kontrol pangan berlebihan terhadap wilayah Palestina, tapi Israel membantah sebagai penyebab situasi tersebut.

Palestina, Gaza, Hamas, IsraelSelama berbulan-bulan, jurnalis lokal di Gaza telah menjadi mata dan telinga dunia, menyajikan laporan langsung dari lapangan. (Reuters)

BBC menyembunyikan identitas para jurnalis yang mengisahkan cerita ini atas alasan keselamatan.

Mereka menuturkan, kondisi paling menyakitkan saat ini adalah ketidakmampuan mereka memberi makan orang-orang terdekat, terutama anak kecil dan kelompok rentan.

"Anak saya yang mengidap autisme tidak menyadari situasi yang tengah terjadi. Dia tidak bisa bicara dan tidak paham bahwa kami sedang terjebak di tengah peperangan," ujar salah seorang juru kamera di Gaza yang memiliki empat anak.

"Hari-hari belakangan dia sangat kelaparan, bahkan sampai memukul-mukul perutnya untuk mengisyaratkan bahwa dia ingin makan."

Rekan termuda kami yang bertugas di Gaza selatan mengisahkan bahwa dia merupakan tulang punggung keluarga yang harus menghidupi orang tua dan saudaranya.

"Saya terus memikirkan cara mendapatkan makanan untuk keluarga," ujarnya.

"Adik perempuan saya yang berusia 13 tahun terus-menerus meminta air, tapi kami tidak bisa memberikannya karena yang tersedia sudah tercemar."

Gaza, PalestinaReutersSejumlah kantor berita besar internasional, seperti BBC News, Agence France-Presse (AFP), Associated Press (AP), dan Reuters, secara bersama-sama mendesak pemerintah Israel untuk mengizinkan wartawan masuk dan keluar dari Gaza.

Bersama sejumlah media lain, BBC telah merilis pernyataan atas kondisi memprihatinkan yang menimpa para jurnalis lepas di Gaza.

"Selama berbulan-bulan, para jurnalis independen ini telah menjadi mata dan telinga di Gaza. Namun, mereka kini dalam kondisi yang sama mengerikannya dengan situasi yang dilaporkan," demikian pernyataan BBC yang dilansir bersama AFP, AP, dan Reuters.

Kondisi para jurnalis itu kini membuat peliputan di Gaza semakin sulit.

"Saya kelelahan dan kehabisan daya, hingga pusing dan terjerembab ke tanah," kata seorang jurnalis senior BBC yang kini harus menjaga ibu, saudara perempuan, dan lima anaknya yang berusia dua hingga 16 tahun.

Situasi sulit selama 21 bulan akibat serangan Israel kini juga telah membuatnya kehilangan berat badan hingga 30 kilogram.

"Saya biasanya bisa menyelesaikan sebagian besar liputan dengan cepat, tapi kini melambat akibat kondisi fisik dan mental yang memburuk," ujarnya.

"Saya terus merasa kelelahan dan delirium (gangguan mental yang menyebabkan kebingungan dan sulit berkonsentrasi)."

Juru kamera di Gaza selatan menambahkan, "Sulit menggambarkan situasi saat ini."

"Perut saya melilit dan kepala terasa pusing, selain badan yang semakin kurus dan lemas. Saya biasanya bekerja 07.00 hingga 22.00, tapi saat ini mengerjakan satu berita saja nyaris tidak sanggup. Saya merasa pusing."

Baru-baru ini, dia bahkan sempat pingsan saat merekam situasi di Gaza, tapi tetap melanjutkan pekerjaan.

Hampir 200 jurnalis Palestina telah tewas di tangan pasukan Israel sepanjang perang ini.ReutersHampir 200 jurnalis Palestina telah tewas di tangan pasukan Israel sepanjang perang ini.

Di tengah kekurangan pangan yang terus terjadi selama perang, mereka yang memiliki pendapatan sebelumnya masih bisa membeli kebutuhan pokok meski dengan harga yang sangat mahal. Namun, hal itu kini tak lagi bisa dilakukan dengan mudah lantaran sebagian besar pasar pun kosong melompong.

"Saya sudah ada di titik harus mengambil makanan dari dapur umum. Beberapa hari terakhir anak-anak saya hanya makan satu kali sehari, tapi itu pun seadanya seperti lentil, nasi, dan pasta," kata jurnalis di Gaza yang memiliki empat anak.

Dua dari tiga jurnalis kami mengatakan, mereka kini terpaksa minum air putih yang dicampur sedikit garam untuk menunda lapar.

Salah satu dari mereka terkadang bisa membeli biskuit 50 gram untuk mengganjal perut, kendati harus merogoh kocek 30 shekel (sekitar Rp147.000).

Sementara di sisi lain, perjuangan mendapatkan uang tunai tak kalah menantang.

Untuk mendapatkan uang tunai, mereka kini terpaksa menggunakan jasa sekelompok orang yang menyediakan jasa penukaran, pengiriman, atau penarikan secara informal.

"Uang tunai hampir tidak tersedia. Kalau pun ada, saya harus membayar ekstra untuk bea penarikan sebesar 45 persen," kata juru kamera di Gaza.

"Artinya, kalau saya menarik $1.000, saya hanya mendapat $500. Proses yang melelahkan apalagi semua penjual kini hanya mau dibayar secara tunai."

"Semua berakar dari bank-bank yang telah tutup. Ini penderitaan kami yang lain setelah kelaparan yang kami lalui," tambah jurnalis yang berbasis di Gaza selatan.

BBC News, Agence France-Presse (AFP), Associated Press (AP), dan Reuters menyatakan bahwa sangat penting pasokan makanan yang memadai bisa menjangkau masyarakat Gaza.ReutersBBC News, Agence France-Presse (AFP), Associated Press (AP), dan Reuters menyatakan bahwa sangat penting pasokan makanan yang memadai bisa menjangkau masyarakat Gaza.

Dulu, jurnalis BBC yang mendapat akreditasi dari Israel seperti saya bisa memasuki Gaza untuk meliput bahkan dalam kondisi perang.

Namun, sejak perang 7 Oktober 2023, Israel bersama Mesir saat perbatasan Rafah masih dibuka telah melarang jurnalis asing untuk memasuki Gaza. Pengecualian didapat pada sejumlah kesempatan, tapi dengan catatan harus didampingi militer Israel.

"Sekali lagi, kami mendesak otoritas Israel untuk mengizinkan jurnalis keluar-masuk Gaza," kata BBC dalam keterangan lebih lanjut bersama media lain.

Pekan ini, 28 negara termasuk UK juga merilis pernyataan bersama yang pada intinya menyatakan: "Perang di Gaza harus dihentikan."

Pernyataan itu juga mendesak Israel untuk mematuhi hukum internasional serta menghentikan sikap yang membatasi bantuan (drip feeding) ke Gaza.

Lebih dari 100 lembaga kemanusiaan dan HAM pada Rabu juga menyampaikan sikap, "lantaran pasokan makanan sudah benar-benar habis, organisasi kemanusiaan kini harus menyaksikan dengan mata sendiri bahwa sejawat dan mitra kami perlahan-lahan sekarat."

Koalisi media menekankan:

"Jurnalis memang kerap menemui kesulitan dan penderitaan di zona perang, tapi kami prihatin karena bahaya kelaparan kini juga menjadi ancaman."

"Sangat penting untuk pasokan makanan yang memadai dapat mencapai rakyat (di Gaza)."

Untuk saat ini, rekan-rekan kami berjuang keras bertahan hidup dari hari ke hari, menyeimbangkan tanggung jawab untuk keluarga dan hasrat menyebarluaskan situasi di Gaza kepada dunia.

"Ini benar-benar malapetaka. Kelaparan melanda setiap rumah," terang salah satu media yang tergabung di koalisi.

"Ini seperti hukuman mati yang ditangguhkan."

Simak Video: Truk Bantuan Mulai Masuk Gaza Buntut dari Krisis Kelaparan!

(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads