Kelaparan, Warga Gaza Rela Mati Demi Sekantong Tepung Terigu

Kelaparan, Warga Gaza Rela Mati Demi Sekantong Tepung Terigu

BBC Indonesia - detikNews
Rabu, 23 Jul 2025 10:47 WIB
https://news.detik.com/dw/d-8024742/kenapa-trump-gunakan-tarif-ketimbang-sanksi-ekonomi
Jakarta -

"Kedua anak saya menangis karena mereka belum makan selama empat hari," kata seorang pria dari Gaza.

"Saya menuju ke titik distribusi, berharap bisa membawa pulang sekantong tepung. Namun, sesampainya di sana, saya tidak tahu harus berbuat apa," ujarnya kepada BBC News Arabic.

"Haruskah saya mencoba menyelamatkan yang terluka, menggendong para martir, atau mencari tepung terigu? Demi Tuhan, saya rela mati demi bisa membawa sekantong tepung terigu saja untuk anak-anak saya agar mereka bisa makan."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Warga menunggu makanan yang dibagikan GHF di Kota Gaza

Sekitar 900.000 anak di Gaza menderita kelaparan, dan 70.000 di antara mereka mengalami malnutrisi, kata seorang dokter kepada BBC. (Getty Images)

ADVERTISEMENT

Malnutrisi, kelaparan, dan pembunuhan di dekat lokasi bantuan semakin mengkhawatirkan di Gaza. Sebab, masyarakat hanya bergantung pada pembagian bantuan Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) dukungan AS dan Israel yang kontroversial.

"Lebih dari 1.000 warga Palestina kini telah dibunuh oleh militer Israel saat mencoba mendapatkan makanan di Gaza sejak Yayasan Kemanusiaan Gaza [GHF] mulai beroperasi pada 27 Mei," kata Thameen Al-Kheetan, juru bicara Kantor Hak Asasi Manusia PBB.

"Hingga 21 Juli, kami mencatat 1.054 orang tewas di Gaza saat berusaha mendapatkan makanan; 766 di antara mereka tewas di sekitar lokasi GHF dan 288 di dekat konvoi bantuan PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya," ujarnya kepada BBC World Service.

Jumlah kematian meningkat

GHF mulai beroperasi di Gaza pada akhir Mei. Lembaga itu mendistribusikan bantuan terbatas ke beberapa lokasi di Gaza selatan dan tengah.

Langkah itu dilakukan setelah Israel menerapkan blokade total selama 11 minggu di Gaza, yang menyebabkan tidak ada makanan yang masuk ke wilayah tersebut.

Pengungsi Palestina yang berlindung di Sekolah Menengah Putri yang berafiliasi dengan UNRWA melakukan protes terhadap kelaparan dengan menunjukkan piring dan sendok kosong. Di sini, seorang gadis muda terlihat berdiri di balik pagar mengenakan gaun kuning.Getty ImagesKementerian Kesehatan Palestina mengatakan 33 orang, termasuk 12 anak-anak, meninggal dunia akibat kekurangan gizi dalam 48 jam terakhir.

Dr. Mohammed Abu Salmiya, Direktur Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza, mengatakan 21 anak telah meninggal dunia akibat malnutrisi dan kelaparan di seluruh wilayah tersebut dalam 72 jam terakhir.

Sekitar 900.000 anak di Gaza menderita kelaparan, dan 70.000 di antara mereka mengalami malnutrisi, ujarnya kepada BBC.

Puluhan ribu anak itu menghadapi angka kematian yang mengkhawatirkan, kata Dr. Mohammed Abu Salmiya. Dia menambahkan, pasien diabetes dan ginjal berada pada risiko khusus.

Seorang juru bicara Kementerian Kesehatan di Gaza yang dipimpin Hamas mengatakan 33 orang, termasuk 12 anak-anak, telah meninggal dunia dalam 48 jam terakhir.

Jumlah total kematian akibat kekurangan gizi mencapai 101 orang, menurutnya. Sebanyak 80 di antara mereka adalah anak-anak, sejak dimulainya perang pada tahun 2023.

Terancam bencana kelaparan

Seluruh penduduk Gaza menghadapi kelaparan, menurut Program Pangan Dunia (WFP).

Anak-anak, seperti Muhammad Zakariya Ayyoub al-Matouq, menghadapi kekurangan gizi yang mengancam jiwa.Getty ImagesAnak-anak, seperti Muhammad Zakariya Ayyoub al-Matouq, menghadapi kekurangan gizi yang mengancam jiwa.

"Malnutrisi melonjak. Sebanyak 90.000 perempuan dan anak-anak sangat membutuhkan perawatan. Hampir satu dari tiga orang tidak makan selama berhari-hari," kata WFP dalam sebuah pernyataan pada Minggu (20/07).

"Bantuan pangan adalah satu-satunya cara bagi kebanyakan orang untuk mengakses makanan karena harga sekantong tepung terigu seberat satu kilogram telah melonjak menjadi lebih dari US$100 (Rp1,6 juta) di pasar lokal," tulis WFP dalam keterangan mereka.

Pasar di RafahGetty ImagesHarga satu kilogram tepung terigu di pasar lokal telah mencapai lebih dari US$100 (Rp1,6 juta).

Pada Maret lalu, Israel menutup semua pintu masuk ke Gaza. Israel juga mencegah semua barang, termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan masuk ke Gaza. Dua minggu kemudian, Israel melanjutkan serangan militer sekaligus mengakhiri gencatan senjata dua bulan dengan Hamas.

Blokade tersebut telah memutus pasokan obat-obatan penting, vaksin, dan peralatan medis yang dibutuhkan oleh sistem perawatan kesehatan Gaza yang kewalahan.

Pada Minggu (20/07), Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan bahwa 4.400 truk berisi bantuan kemanusiaan telah memasuki Gaza dari Israel sejak pertengahan Mei. Sebanyak 700 truk lainnya sedang menunggu untuk diangkut oleh PBB ke Gaza dari perbatasan Israel, tambahnya.

Israel berkeras bahwa tidak ada kekurangan bantuan di Gaza. Israel justru menuduh Hamas mencuri dan menyimpan bantuan kemanusiaan untuk kemudian diberikan kepada para anggotanya atau dijual untuk mengumpulkan dana.

Pada Senin (21/07), sebanyak 28 negara, termasuk UK, Kanada, dan Prancis, menyerukan perang di Gaza segera diakhiri. Puluhan negara itu menegaskan penderitaan warga sipil telah "mencapai titik terendah".

Mereka mengatakan model pengiriman bantuan Israel berbahaya dan mengutuk apa yang mereka sebut sebagai "pemberian bantuan secara bertahap dan pembunuhan tidak manusiawi terhadap warga sipil" yang mencari makanan dan air.

Kementerian Luar Negeri Israel menolak pernyataan negara-negara tersebut seraya mengatakan bahwa pernyataan tersebut "tidak sesuai dengan kenyataan dan mengirimkan pesan yang salah kepada Hamas".

Namun, hampir setiap hari ada laporan warga Palestina yang tewas saat mencari bantuan sejak GHF yang didukung Israel dan AS mulai mendistribusikan bantuan pada akhir Mei.

'Kami melarat'

"Saat ini, satu kilogram tepung harganya 300 shekel [Rp1,4 juta] di pasar dan kami melarat," ujar Alaa Mohammed Bekhit kepada BBC News Arabic. "Kami bahkan tidak mampu menyediakan kebutuhan paling dasar sekalipun."

Bekhit juga memaparkan serangan harian yang dihadapi orang-orang di dekat pusat bantuan.

"Seorang pemuda duduk di sebelah saya, dan tiba-tiba ia tertembak di kepala," ujarnya.

"Kami bahkan tidak tahu dari mana peluru itu berasal. Kami di sana mengejar [bantuan] untuk bertahan hidup, tetapi kami mendapati diri kami berlumuran darah. Hari ini, siapa pun yang mengambil sekantong tepung akan dihujani peluru."

Seorang anak di Gaza antre makanan dengan membawa panci Getty ImagesProgram Pangan Dunia (WFP) mengatakan satu di antara tiga orang di Gaza tidak makan selama berhari-hari.

Bulan lalu, militer Israel mengatakan kepada BBC bahwa mereka sedang memeriksa laporan tentang warga sipil yang "terluka" saat mendekati pusat pembagian bantuan di Gaza yang dikelola GHF.

Pernyataan tersebut menyatakan bahwa "laporan insiden sedang diperiksa" dan bahwa setiap dugaan penyimpangan dari hukum atau arahan IDF [Pasukan Pertahanan Israel] akan diperiksa secara menyeluruh, dan tindakan lebih lanjut akan diambil seperlunya.

Israel menuduh otoritas Hamas di Gaza menggelembungkan angka kematian warga Palestina. Meski demikian, Israel mengakui telah "melepaskan tembakan peringatan" untuk menghilangkan "ancaman langsung".

Serangan terkini

Pekan ini, tank-tank Israel telah memasuki Deir al-Balah di Gaza tengah untuk pertama kalinya. Aksi tersebut memicu gelombang pengungsian baru di antara warga sipil.

Pada Minggu (20/07), militer Israel memerintahkan evakuasi warga di enam blok Kota Deir al-Balah, yang menyebabkan ribuan keluarga mengungsi dari rumah mereka.

Warga sipil di sana mengatakan kepada BBC bahwa mereka tidak punya tujuan selanjutnya.

GazaBBC

Deir al-Balah adalah salah satu dari sedikit wilayah di Gaza di mana Israel tidak melakukan operasi darat besar-besaran selama 21 bulan memerangi Hamas.

Sumber-sumber Israel mengatakan alasan tentara tidak memasuki distrik-distrik di Deir al-Balah adalah karena mereka curiga Hamas mungkin menyandera warga Israel di sana. Setidaknya 20 dari 50 sandera yang tersisa di Gaza diyakini masih hidup.

PBB mengatakan perintah evakuasi di Deir al-Balah berdampak pada puluhan ribu warga Palestina dan memberikan "pukulan telak lainnya" bagi upaya kemanusiaan.

Permukiman tersebut berisi puluhan kamp pengungsian, gudang bantuan, klinik kesehatan, dan infrastruktur air yang penting.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan fasilitasnya diserang selama operasi Israel di Deir al-Balah. Tempat tinggal staf mereka diserang tiga kali sehingga menyebabkan penghunitermasuk anak-anak"trauma".

Badan PBB tersebut mengatakan militer Israel memasuki tempat tersebut, memborgol, menelanjangi, dan menginterogasi staf pria "di tempat", menahan empat orang, tiga di antara mereka kemudian dibebaskan.

Militer Israel belum berkomentar mengenai insiden tersebut.

'Bencana buatan manusia'

PBB mengatakan stafnya akan tetap berada di Gaza untuk melindungi infrastruktur penting, termasuk pabrik desalinasi, meskipun serangan terbaru telah dimulai.

"Apa yang terjadi di Gaza adalah bencana buatan manusia," kata Juliette Touma, Direktur Komunikasi Badan Pengungsi Palestina PBB (UNRWA).

Seorang pria mengangkut karung makanan di GazaGetty ImagesWarga Gaza harus mengantre panjang untuk mendapatkan makanan.

Berbicara kepada BBC, Touma mengatakan larangan Israel terhadap UNRWA untuk beroperasi di Gaza telah mencegah mereka mendistribusikan 6.000 truk berisi bantuan.

"Selama 24 jam terakhir, staf kami memberi tahu kami bahwa beberapa rekan UNRWA pingsan saat bertugas karena kelaparan," katanya, merujuk para pekerja bantuan.

"Kelaparan disebabkan oleh keputusan politik yang disengaja untuk menghukum rakyat Gaza secara kolektiftermasuk 1 juta anak-anak," katanya.

Pada November 2024, panel hakim Mahkamah Pidana Internasional memutuskan bahwa terdapat "alasan yang wajar" untuk meyakini bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, memikul "tanggung jawab pidana" karena menggunakan "kelaparan sebagai metode perang".

Namun, Israel membantah telah menggunakan kelaparan sebagai alat perang, dan Netanyahu menyebut klaim tersebut sebagai "tuduhan palsu dan absurd".

Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mengatakan jumlah korban tewas di Gaza sejak Israel melancarkan serangan pada Oktober 2023 kini telah melampaui 59.000 orang.

Serangan tersebut dimulai sebagai balasan atas serangan pimpinan Hamas yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan 251 orang disandera.

Hamas ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh negara-negara termasuk AS, UK, dan Israel.

Lihat juga Video: Warga Gaza Butuh Bantuan, Mereka Kelaparan-Malnutrisi

(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads