Ngeri Ribuan Demonstran Bakar Stasiun TV Bangladesh, 25 Orang Tewas

Ngeri Ribuan Demonstran Bakar Stasiun TV Bangladesh, 25 Orang Tewas

BBC Indonesia - detikNews
Jumat, 19 Jul 2024 09:49 WIB
Ribuan pengunjuk rasa menyerbu dan membakar sebuah stasiun televisi negara di Bangladesh. (Getty Images)
Jakarta -

Ibu kota Bangladesh, Dhaka, mengalami pemadaman internet selagi bentrokan sengit antara pelajar dan polisi terus berlanjut.

Pada Kamis (18/07) malam, ribuan pengunjuk rasa menyerbu stasiun televisi negara BTV, merusak perabotan, menghancurkan jendela dan lampu, serta membakar sebagian bangunan.

Menteri Penerangan Bangladesh mengatakan kepada BBC bahwa siaran telah dihentikan dan sebagian besar karyawan telah meninggalkan gedung, namun sebuah unggahan akun resmi BTV di Facebook memperingatkan "banyak" yang terjebak di dalam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seorang jurnalis senior BTV, yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan kepada BBC: "Situasinya sangat buruk sehingga kami tidak punya pilihan selain meninggalkan tempat itu. Beberapa rekan kami terjebak di dalam. Saya tidak tahu apa yang terjadi pada mereka."

Jadi mengapa hal ini terjadi? Berikut tiga hal yang perlu diketahui:

ADVERTISEMENT

Seorang polisi mengejar dua mahasiswa demonstran di Dhaka.Getty ImagesSeorang polisi mengejar dua mahasiswa demonstran di Dhaka.

1. Pidato Perdana Menteri gagal meredakan situasi

Pidato Perdana Menteri Sheikh Hasina diharapkan dapat meredakan kekerasan yang sedang terjadi - namun dampaknya justru sebaliknya para mahasiswa demonstran menyerukan mogok nasional.

Aparat keamanan menembakkan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan massa di beberapa tempat yang menyebabkan sedikitnya 25 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.

Alim Khan, yang mengidentifikasi dirinya sebagai mahasiswa sebuah universitas swasta, mengatakan kepada Akbar Hossain dari BBC Bangla bahwa pidato Perdana Menteri tidak dapat diterima oleh mereka.

Alim Khan berkata, "Di satu sisi, Perdana Menteri meminta para mahasiswa untuk tetap tenang. Di sisi lain, polisi, BGB (Penjaga Perbatasan Bangladesh), Liga Chhatra (sayap mahasiswa dari partai berkuasa) mengambil sikap menentang mahasiswa demonstran. Ini adalah standar ganda pemerintah."

Polisi dan demonstran saling berhadapan di sebuah ruas jalan di Dhaka.Getty ImagesPolisi dan demonstran saling berhadapan di sebuah ruas jalan di Dhaka.

Pada Kamis (18/07) malam, ketika internet terputus dan peringatan keamanan dikeluarkan di seluruh negeri, muncul pernyataan dari Menteri Hukum Anisul Haque bahwa pemerintah siap untuk berunding.

Pemerintah telah mencapai konsensus untuk mendukung reformasi kuota yang merupakan tuntutan para mahasiswa pengunjuk rasa.

Namun, kalangan mahasiswa demonstran merasa bahwa tawaran ini terlambat: pidato Perdana Menteri pada Rabu (17/07) tidak menyebutkan tawaran negosiasi apa pun. Saat itu, Sheikh Hasina malah meminta para mahasiswa memperjuangkan tujuan mereka melalui pengadilan.

Nahid Islam, salah satu koordinator protes reformasi kuota, menolak negosiasi. Dia menulis di Facebook:

"Pemerintah telah memperburuk situasi dengan menggunakan kekerasan dalam gerakan damai. Hal ini sekarang menjadi tanggung jawab pemerintah. Mereka tidak memberikan ruang untuk negosiasi."

"Jika aparat penegak hukum tidak disingkirkan dari jalanan; jika balai, kampus, institusi pendidikan tidak dibuka, jika penembakan terus berlanjut, maka pemerintah harus bertanggung jawab penuh," tulisnya.

2. Mahasiswa dikeluarkan secara paksa dari kampus-kampus

Awal pekan ini, setelah enam orang tewas dalam bentrokan di berbagai lokasi di Bangladesh, penutupan sekolah, perguruan tinggi, dan universitas diumumkan tanpa batas waktu. Otoritas kampus kemudian memerintahkan mahasiswa untuk mengosongkan asrama - sebuah tindakan yang ditentang keras oleh mahasiswa pengunjuk rasa.

Polisi lantas merazia kampus-kampus, menembakkan gas air mata dan peluru karet, dalam upaya memaksa semua mahasiswa untuk keluar sebuah operasi yang berlangsung berjam-jam dan menyebabkan ratusan orang terluka.

Shafat Rahman, seorang mahasiswa di Universitas Dhaka mengatakan bahwa pihak kampus mengatakan tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi selama razia:

"Semua orang meninggalkan aula karena intimidasi seperti itu."

"Kemarin sekitar pukul 18.30, pihak berwenang mengatakan waktu telah habis. Mereka berkata: Keluar sekarang atau polisi akan menggerebek. Dan pemerintah tidak akan bertanggung jawab atas apa yang terjadi..." katanya.

Baca juga:

Polisi menembakkan gas air mata ke arah kerumunan demonstran.Getty ImagesPolisi menembakkan gas air mata ke arah kerumunan demonstran.

Pemerintah pernah menggunakan taktik agresif seperti ini untuk menggerebek kampus-kampus di masa lalu. Kali ini taktik tersebut tampaknya berhasil karena para pengunjuk rasa tidak dapat berkumpul dalam jumlah besar di kampus. Namun taktik ini tidak bertahan lama.

Kamis (18/07) adalah hari paling berdarah sejauh ini dalam rangkaian demonstrasi karena ada sedikitnya 25 orang tewas.

Asif Mahmud, salah satu koordinator protes mengatakan kepada BBC Bangla, "Gerakan hari ini dihadiri oleh mahasiswa-mahasiswa dari universitas-universitas swasta. Mahasiswa negeri tidak bisa, karena kampus berada di bawah kendali mereka (polisi)."

3. Demonstrasi lebih dari sekedar reformasi kuota

Banyak yang meyakini bahwa aksi kekerasan di Bangladesh bukan lagi sekedar soal reformasi kuota, melainkan ekspresi kemarahan yang menumpuk di kalangan generasi muda selama beberapa dekade terakhir.

Menurut Bank Pembangunan Asia, 18,7% penduduk Bangladesh hidup di bawah garis kemiskinan nasional pada tahun 2022. Sementara, hampir 6% penduduk yang bekerja memiliki daya beli di bawah US$2,15 (Rp35.000) per hari.

Baca juga:

Kendaraan dirusak oleh kerumunan demonstran.Getty ImagesKendaraan dirusak oleh kerumunan demonstran.

Demonstrasi reformasi kuota dimulai secara damai pada 1 Juli setelah Pengadilan Tinggi memberlakukan kembali kuota pekerjaan yang mencadangkan sepertiga dari seluruh jabatan pegawai negeri untuk anak-anak pejuang yang berpartisipasi dalam gerakan kemerdekaan pada 1971.

Saat itu, liga mahasiswa partai berkuasa Liga Chhatra tidak terlibat.

Namun demonstrasi tersebut tiba-tiba berubah menjadi kekerasan, setelah PM Sheikh Hasina melontarkan komentar yang menghina para pengunjuk rasa.

Demonstrasi reformasi kuota dimulai secara damai pada 1 Juli setelah Pengadilan Tinggi memberlakukan kembali kuota pekerjaan yang mencadangkan sepertiga dari seluruh jabatan pegawai negeri untuk anak-anak pejuang yang berpartisipasi dalam gerakan kemerdekaan pada 1971.Getty ImagesDemonstrasi reformasi kuota dimulai secara damai pada 1 Juli setelah Pengadilan Tinggi memberlakukan kembali kuota pekerjaan yang mencadangkan sepertiga dari seluruh jabatan pegawai negeri untuk anak-anak pejuang yang berpartisipasi dalam gerakan kemerdekaan pada 1971.

Pidatonya pada Rabu (17/07) justru menuangkan bensin ke dalam api, kata beberapa orang.

"Di satu sisi mahasiswa yang melakukan aksi diserang, di sisi lain dia berusaha mengatur situasi dengan orasi. Ini kontradiktif," ujar pengamat politik, Mohiuddin Ahmad.

Namun, Profesor Sadeka Halim, analis politik dan Wakil Rektor Universitas Jagganath merasa bahwa Perdana Menteri tidak bisa berkata apa-apa lagi dalam pidatonya, karena masalahnya ada di Mahkamah Agung:

"Sebagai kepala pemerintahan, beliau telah memberikan indikasi yang jelas bahwa perkara di pengadilan tidak akan merugikan mahasiswa," ujarnya.

Simak Video 'Demo Kuota PNS di Bangladesh Berujung Rusuh, 5 Orang Tewas':

[Gambas:Video 20detik]



(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads