Perang di Ukraina sudah berlangsung selama dua tahun dan sepertinya masih jauh dari kata tuntas. BBC melihat situasi saat ini dan menelaah apa yang kira-kira akan terjadi.
Baik Ukraina maupun Rusia juga sekutu negara masing-masing tidak melihat adanya landasan untuk perdamaian.
Kyiv bersikukuh perbatasan-perbatasan negara yang diakui internasional harus dikembalikan dan pasukan Rusia harus angkat kaki. Sementara Moskow berkeras Ukraina bukanlah negara yang sah dan tekanan militer akan terus dilakukan sampai semua tujuan Rusia tercapai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BBC menelaah apa yang terjadi saat ini dan bagaimana situasi konflik ini ke depannya.
Siapa pemenangnya?
Pertempuran sengit berlangsung alot selama musim dingin, merenggut nyawa dari kedua belah pihak.
Garis depan pertempuran membentang sepanjang 1.000 km, dan bentuknya hampir tidak berubah sejak musim gugur dua tahun lalu.
Dalam waktu beberapa bulan setelah Rusia menginvasi negara mereka dengan skala penuh pada 2022, Ukraina mendorong mundur pasukan Rusia dari utara dan sekitar ibu kota Kyiv.
Pada akhir tahun itu, Ukraina merebut kembali teritori besar di timur dan selatan.
Namun, pasukan Rusia kini telah membangun pertahanan yang kuat dan Ukraina menyatakan amunisi mereka kian menipis.
BBC
Banyak pihak, termasuk bekas panglima militer Ukraina Valerii Zaluzhnyi dan beberapa blogger militer pro-Kremlin Rusia, menilai telah terjadi kebuntuan militer.
Memasuki pertengahan Februari, pasukan Ukraina mundur dari Kota Avdiivka di bagian timur setelah mati-matian mempertahankannya.
Rusia menyebut ini adalah kemenangan besar karena posisi Avdiivka strategis - kota itu bisa menjadi jalan masuk untuk invasi lebih dalam.
Kyiv menyatakan penarikan tersebut bertujuan untuk menyelamatkan nyawa prajuritnya dan mereka tidak menyanggah bahwa pasukan mereka kalah jumlah dan senjata.
Ini adalah keberhasilan terbesar Rusia sejak merebut Bakhmut pada Mei lalu. Di sisi lain, Avdiivka hanya berjarak 20 km barat laut dari Donetsk, kota Ukraina yang diduduki Rusia sejak 2014.
Baca juga:
Perkembangan ini jauh dari tekad awal Rusia pada Februari 2022 yang sesumbar akan merebut ibu kota Kyiv "dalam tiga hari". Ambisi invasi Rusia ini dibagikan oleh blogger militer dan diulangi oleh propaganda negara
Sekarang ini, sekitar 18% wilayah Ukraina masih berada di bawah pendudukan Rusia.
Wilayah ini mencakup Semenanjung Krimea yang dianeksasi pada Maret 2014 serta sebagian besar Donetsk dan Luhansk di timur yang direbut Rusia tak lama setelahnya.
BBC
Apakah dukungan terhadap Ukraina menurun?
Selama lebih dari dua tahun, para sekutu Ukraina mengirim bantuan dalam jumlah besar dari segi militer, finansial, dan kemanusiaan. Menurut Institut Kiel untuk Ekonomi Dunia, berbagai institusi Uni Eropa mengirim bantuan senilai US$92 miliar (Rp 1.438,42 triliun) sementara AS mengirim US$73 miliar (Rp 1.141,35 triliun).
Negara-negara Barat menyuplai peralatan tempur seperti tank militer, sistem pertahanan udara, dan artileri jarak jauh semuanya dilakukan untuk membantu Ukraina.
Baca juga:
Akan tetapi, aliran bantuan menyusut dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini terjadi di tengah perdebatan yang muncul tentang berapa lama lagi negara-negara sekutu dapat mendukung Ukraina secara realistis.
Di AS, bantuan baru senilai US$60 miliar (Rp 937,56 triliun) tertahan di Kongres akibat perdebatan politik domestik.
Selain itu, para pendukung Ukraina juga khawatir dukungan AS akan berhenti apabila Donald Trump menang di pilpres November nanti.
Di Uni Eropa, paket bantuan sebesar US$54 miliar (Rp 843,51 triliun) disetujui pada Februari setelah melalui proses diskusi dan tawar menawar yang panjang terutama dari Hungaria yang dipimpin Perdana Menteri Victor Orban, sekutu Putin dan secara terbuka menentang dukungan terhadap Ukraina.
Selain itu, Uni Eropa diperkirakan hanya akan mengirimkan sekitar setengah dari satu juta amunisi artileri yang dijanjikannya kepada Kyiv pada akhir Maret 2024.
BBC
Para pendukung Rusia antara lain adalah Belarus. Wilayah darat dan udara negara tetangga Rusia ini digunakan untuk mengakses Ukraina.
Menurut AS dan Uni Eropa, Iran menyuplai Rusia dengan drone Shahed. Namun, Iran mengaku hanya mengirim drone dalam jumlah sedikit sebelum perang pecah.
Kendaraan udara nirawak (UAV) terbukti efektif dalam menyerang target di Ukraina. Drone diminati kedua belah pihak karena keunggulannya dalam menghindari pertahanan udara.
Sanksi-sanksi belum berjalan seefektif yang diinginkan Barat. Rusia bahkan masih bisa menjual minyaknya dan mendapatkan suku cadang serta komponen untuk industri militernya.
Baca juga:
China diperkirakan tidak memasok senjata baik ke Rusia maupun Ukraina. China umumnya mengambil langkah diplomatik yang hati-hati: tidak mengutuk invasi Rusia, tetapi juga tidak mendukung Moskow secara militer.
China dan India masih membeli minyak dari Rusia.
Rusia dan Ukraina sama-sama berupaya keras merayu negara-negara berkembang dengan melakukan banyak kunjungan diplomatik ke Afrika dan Amerika Latin.
Apakah tujuan Rusia sudah berubah?
Banyak pihak yang meyakini Presiden Vladimir Putin masih menginginkan Ukraina seutuhnya.
Dalam wawancaranya baru-baru ini dengan pembawa acara bincang-bincang, Tucker Carlson, Putin sekali lagi memaparkan pandangannya yang terdistorsi tentang sejarah dan konflik tanpa memperoleh bantahan.
Putin selama ini berargumen tanpa memberikan bukti yang kuat bahwa warga sipil di Ukraina, terutama mereka di wilayah Donbas timur, membutuhkan perlindungan Rusia.
Sebelum perang, Putin menulis esai panjang yang menyangkal keberadaan Ukraina sebagai negara berdaulat. Menurut Putin, orang-orang Rusia dan Ukraina adalah "satu kesatuan".
Pad Desember 2023, Putin mengatakan tujuan "operasi militer khusus" Rusia tidak berubah, termasuk "denazifikasi" yang didasarkan klaim tidak berdasar tentang pengaruh sayap kanan di Ukraina.
Putin menambahkan dirinya menghendaki "demiliterisasi" dan Ukraina yang "netral" sekaligus terus menentang perluasan pengaruh NATO ke timur Eropa.
Sebagai negara independen, Ukraina tidak pernah tergabung dalam aliansi militer mana pun. Tujuan politik Ukraina termasuk bergabung ke Uni Eropa dan tengah membicarakan aliansi lebih dekat dengan NATO. Kedua tujuan ini sekarang lebih prospektif ketimbang sebelum perang pecah.
Tujuan-tujuan ini guna memperkuat kenegaraan Ukraina dan menghindari keterlibatan proyek-proyek geopolitik untuk memulihkan Uni Soviet dalam bentuk apa pun.
Bagaimana perang dapat berakhir?
Mengingat kedua belah pihak sama-sama tidak mau mengalah, dan Putin tampaknya akan tetap berkuasa, para pakar memprediksi perang akan berlangsung panjang.
Lembaga kajian Globsec mengumpulkan opini dari puluhan ahli untuk menakar kemungkinan hasil yang berbeda.
Skenario paling mungkin, menurut para analis, adalah perang adu kuat akan berlangsung melampaui 2025. Banyak jiwa melayang dari kedua belah pihak dan Ukraina akan terus bergantung pada suplai senjata dari para sekutu.
Kemungkinan terbesar kedua adalah potensi eskalasi konflik di bagian lain di dunia seperti Timur Tengah, China-Taiwan, dan negara-negara Balkan dan Rusia berupaya memperuncing ketegangan.
EPAPara pakar menilai ada kemungkinan perang akan terus berlangsung dengan jumlah korban bertambah banyak.
Dua skenario lainnya yang potensinya sama-sama besar adalah Ukraina akan membuat kemajuan militer yang lumayan tapi tidak ada perjanjian untuk mengakhiri perang atau dukungan sekutu Ukraina berkurang dan mereka mendorong Ukraina untuk negosiasi penyelesaian sengketa.
Namun, masih ada ketidakpastian tentang bagaimana hasil pilpres AS dan perang lainnya (terutama konflik Israel-Hamas) dapat mempengaruhi prioritas dan loyalitas pendukung-pendukung Ukraina dan Rusia.
Akankah konflik meluas lebih jauh?
Pada pertengahan Februari, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, memperingatkan bahwa membiarkan Ukraina berada di dalam "defisit" senjata secara "artifisial" akan membantu Rusia.
Dalam sebuah konferensi keamanan internasional di Munich, Zelensky mengatakan bahwa Putin akan membuat beberapa tahun ke depan "bencana" bagi lebih banyak negara jika Barat tidak melawannya.
Lembaga kajian Royal United Services Institute (Rusi) mengatakan Rusia berhasil mengubah ekonomi dan industri pertahanan mereka ke produksi militer berskala besar dan bersiap untuk perang jangka panjang.
Rusi menambahkan Eropa tidak dapat mengimbangi Rusia, kekhawatiran yang juga diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Polandia.
Negara-negara Eropa termasuk Menteri Luar Negeri Jerman dan dinas intelijen Estonia baru-baru ini menyuarakan kekhawatiran bahwa Rusia dapat menyerang negara NATO dalam dekade berikutnya.
Hal ini mendorong NATO dan Uni Eropa untuk meningkatkan perencanaan masa depan, baik dalam hal kemampuan militer maupun kesiapan masyarakat untuk hidup di dunia yang sangat berbeda.
(ita/ita)